TEMPO.CO, Jakarta - Widya Astuti Boerma, warga Belanda, mencari ibu kandungnya di Indonesia. Dia ingin melakukan tes DNA demi mencari sang bunda.
“Saya dipisahkan dari ibu kandung sejak 1979,” kata Widya di Den Haag, Belanda, dengan Bahasa Inggris via telepon kepada Tempo pada Selasa, 16 Juni 2020.
Widya, kini 44 tahun, diadopsi saat masih balita oleh pasangan Belanda. Ia tak yakin dengan tanggal kelahirannya dan nama orang tua kandungnya karena dokumen adopsi, termasuk akta kelahirannya dipalsukan oleh Panti Asuhan Kasih Bunda.
Widya mengatakan, dari keterangan ibu adopsinya, dia sering menunggu ibu kandungnya. Sampai akhirnya pada 1991, orang tua adopsinya membawa Widya ke Indonesia dan mengunjungi panti asuhan tersebut.
“Saya tanya apakah saya bisa bertemu dengan ibu kandung saya. Panti asuhan bilang ‘Oh, bisa. Gampang’,” katanya.
Widya lantas dipertemukan dengan seorang wanita yang disebut-sebut ibu kandungnya di Bandung.
Menurut informasi pihak panti, ibu kandungnya sudah menikah kembali dan memiliki tiga anak. Tapi Widya ragu wanita itu ibu kandungnya. Selain karena wajah tidak mirip, Widya merasa tidak memiliki ikatan batin antara anak dan ibu.
Apalagi, dalam pertemuan itu wanita yang mengaku sebagai ibu kandungnya memberikan sebuah surat berisi permintaan uang.
“Saya merasa tidak nyaman dan sedikit tersinggung. Benar-benar waktu yang sulit untukku saat itu,” ucapnya.
Meski puluhan tahun terpisah, Widya tak pernah lupa dengan kenangan bersama ibu kandungnya. Ia kerap bertanya-tanya apakah saat itu ibunya tak mampu merawatnya.
Dalam pencarian ibu biologisnya, Widya bergabung dengan My Roots, komunitas yang beranggotakan orang-orang Indonesia yang diadopsi ke Belanda baik saat bayi maupun balita.
Sejak 2018, Widya sekali mengunjungi Indonesia dan mencari informasi ibu kandungnya ke Kraton Yogyakarta. Tetapi hasilnya nihil.
“Staf Keraton menyarankan saya mencari informasi ke Dinas Transmigrasi, dan saya berencana mengunjungi Lampung,” tutur Widya.
Rencananya, Widya akan mencari wanita tiga anak yang ditemuinya di Bandung pada 1991. Ia ingin melakukan tes DNA untuk memastikan apakah wanita tersebut benar ibu kandungnya.