TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengkritisi beberapa pasal dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP.
Syarief menilai RUU HIP memiliki banyak masalah di dalam muatannya sehingga Pemerintah dan DPR tidak perlu melanjutkan pembahasan.
Dia menolak Pasal 6 RUU HIP yang menyebutkan bahwa ciri pokok Pancasila adalah Trisila yang dapat terkristalisasi menjadi Ekasila yakni Gotong-royong.
Menurut dia, istilah Trisila dan Ekasil tidak pernah disebutkan di dalam lembaran negara sehingga substansi itu bakal membuat bias Pancasila.
"Trisila dan Ekasila mengabaikan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai-nilai lainnya yang jelas disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945," kata Syarief dalam keterangan tertulisnya hari ini, Selasa, 16 Juni 2020.
Dia menilai tidak adanya penyebutan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Trisila dan Ekasila berpotensi memudahkan masuknya ideologi lain ke dalam Pancasila.
Gambaran manusia Pancasila yang disebutkan dalam Pasal 11 RUU HIP juga tidak berpedoman dengan isi Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Syarief Hasan berpendapat terdapat perbedaan yang sangat jauh isi Pasal 3 dan 11 RUU HIP dengan Pembukaan UUD 1945. Dia juga menyoroti Pasal 13 dan 15 RUU HIP yang menunjukkan penguasaan negara yang berlebihan atas ekonomi.
"Karena konsep Ekonomi Pancasila menempatkan negara untuk mengatur jalannya perekonomian, namun tetap memberikan keleluasaan kepada individu dan pasar untuk berkembang sehingga tidak ada penguasaan oleh negara ataupun pasar yang berlebihan."
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebut mempertanyakan Pasal 19 RUU HIP yang akan membangun Indonesia dari negara agraris menjadi negara industri. Pasal ini dianggap membuat bias arah pembangunan ekonomi Indonesia dan menihilkan sektor lain, seperti sektor Maritim dan sektor UMKM.
Syarief lantas menyoroti pasal 15 hingga 17 dan pasal 21 hingga 31 yang mengatur pedoman pembangunan pada beberapa sektor.
"Sangat tidak jelas, kaku, terlalu teknis, dan sangat eksklusif," ucapnya.
Dia berpendapat pasal-pasal dalam RUU HIP akan menyulitkan pemimpin negara maupun daerah untuk melakukan elaborasi pembangunan di berbagai sektor sesuai kondisi riil.
Pasal tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) disebutnya salah undang-undang alias salah alamat.