Seharusnya pemerintah sudah mengantispasi masalah ini, antara lain dengan menerapkan sistem kontrak pemondokan dalam jangka waktu yang panjang. Biaya tidak bisa menjadi halangan bagi pemerintah, karena bisa menggunakan Dana Abadi Umat atau kerjasama investasi dengan pihak perbankan. Saat ini pemerintah belum dapat memastikan kurangnya pemondokan bagi 50 ribu dari seluruhnya 207 ribu orang calon jamaah haji tahun ini. Pemerintah beralasan, kurangnya pemondokan itu akibat pemugaran halaman masjid Masjidil Haram sejak April lalu. Sehingga sejumlah bangunan yang digunakan untuk pemondokan ikut tergusur.
Menurut Ade, jika pemerintah sudah bersiap sejak 5 tahun lalu, kekurangan 50 ribu pemondokan tidak akan terjadi. Sekarang sudah bisa dipastikan pemondokan yang tersisa jaraknya lebih dari 10 kilometer dari masjid. Hal ini bisa berdampak pada kesehatan fisik jamaah haji. Untuk itu, pemerintah harus melakukan sosialisasi kepada calon jamaah tentang lokasi pemondokan agar mereka bisa mempersiapkan fisiknya.
Ketua Komite Independen Pemantau Haji Indonesia, Hengky Hermansyah mengusulkan pemerintah tetap mencari pemondokan yang dekat dengan masjid. Harganya memang lebih mahal, di atas plafon yang ditentukan 2000 real. Tetapi, hal itu bisa diatasi dengan memotong setengah biaya hidup atau uang saku sebesar 1500 real untuk menutup kekurangan biaya pemondokan. "Biasanya biaya hidup itu banyak dipakai untuk belanja di mall, itu bisa dipotong," katanya.
Sedangkan untuk solusi jangka panjang, dia mengusulkan agar pemerintah bisa mengontrak pemondokan per 5 tahun. Biayanya tidak perlu menunggu pelunasan ongkos dari jamaah haji tetapi bisa menggunakan Dana Abadi Umat.
Aqida Swamurti