TEMPO.CO, Jakarta - Mendesak DPR menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Haluan Ideologi Pancasila, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, kajian lembaganya menemukan materi yang banyak bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan sejumlah undang-undang.
"PP Muhammadiyah berpendapat RUU HIP tidak terlalu urgen dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya untuk disahkan menjadi Undang-undang," kata Haedar dalam keterangan tertulis yang dikeluarkan , Senin, 15 Juni 2020.
Berikut poin-poin yang disoroti PP Muhammadiyah dari RUU Haluan Ideologi Pancasila:
1. Tujuan dan manfaat pembentukan RUU HIP
2. Tak ada Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 sebagai rujukan
3. Keberadaan Pasal trisila, ekasila, serta ketuhanan yang berkebudayaan
4. Penguatan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila tidak diperlukan.
5. Secara hukum kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara sudah sangat kuat.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan, undang-undang dibuat seharusnya karena dibutuhkan dan akan bermanfaat mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
"Mengandalkan terus-menerus peneguhan dan pengamalan Pancasila pada perangkat perundang-undangan, lebih-lebih yang kontroversial, justru semakin menjauhkan diri dari implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Mu’ti.