TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat, Sukamta, mempertanyakan kebijakan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri untuk memberi akses data kependudukan kepada sejumlah perusahaan yang memberi layanan pinjaman online. Ia menilai kebijakan ini rawan dari aspek perlindungan data.
"Aspek pelindungan datanya rawan tidak terpenuhi, karena RUU Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) saja baru akan dibahas di DPR tahun ini," ujar Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu dalam keterangan tertulis, Sabtu, 14 Juni 2020.
Sukamta menilai saat ini pemberian akses data kependudukan kepada Badan Hukum Indonesia (BHI) termasuk swasta di dalamnya, masih belum tepat. Pasalnya, meskipun Undang Undang Administrasi Kependudukan tahun 2006 yang sudah direvisi tahun 2013 memperbolehkan pengguna termasuk swasta untuk mengakses data kependudukan, namun undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadinya (PDP) belum ada.
"Memang sudah ada regulasi PDP berupa Peraturan Pemerintah, tapi powernya tidak sekuat undang-undang. Pada titik inilah wajar jika kita semua khawatir adanya potensi penyalahgunaan data," kata dia.
Wakil Ketua Fraksi PKS itu menegaskan bahwa data kependudukan yang valid memang sangat dibutuhkan untuk membangun bangsa. Termasuk untuk urusan bisnis yang menghidupkan laju perekonomian.
Terlebih di era digital saat ini, hampir semua urusan lewat online meminta data pribadi penggunanya. Karena itu, ia mengatakan ini merupakan sebuah keniscayaan. "Karena data digital seperti ini sangat rentan disalahgunakan bahkan rentan terjadi serangan hacker dan cracker, maka peraturan pelindungannya harus jelas dan tegas," kata dia.