TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan heran dengan alasan tidak sengaja yang menjadi pertimbangan tuntutan meringankan dua terdakwa penyiraman air keras. Dia tidak tahu harus marah atau justru tertawa dengan alasan jaksa penuntut umum tersebut.
“Konyolnya luar biasa, saya sampai bingung harus marah atau ketawa ya?” kata Novel saat dihubungi, Sabtu, 13 Juni 2020.
Menurut Novel, pengertian sengaja atau tidak sengaja dalam perspektif hukum sangat berbeda dari pengertian umum. Definisi hukum untuk kesengajaan dalam tindak pidana, kata dia, bahkan sudah diajarkan di Fakultas Hukum pada masa-masa awal kuliah.
Novel menyebut setidaknya ada tiga pengertian sengaja yang biasa dijelaskan oleh para ahli hukum. Dia mengatakan unsur kesengajaan terpenuhi, apabila pelaku berhasil mencapai tujuannya. Kedua, kata Novel, sengaja dapat diartikan bila pelaku mengetahui bahwa tindakannya akan mengakibatkan sesuatu terjadi. Ia mencontohkan ketika orang melempar batu ke kaca. Kaca itu kemudian pecah.
“Terus ketika saya bilang, 'loh saya hanya melempar batu, saya tidak sengaja kacanya pecah', itu tidak bisa dipakai,” ujar mantan perwira polisi ini.
Novel mengatakan unsur kesengajaan bahkan bisa terpenuhi, walaupun konsekuensi dari suatu tindakan pidana hanya bersifat kemungkinan. Ia mengatakan ada sebuah kasus bus masuk jurang karena sopir mengemudi dengan ugal-ugalan. Si sopir, kata dia, disangka pasal pembunuhan karena dianggap mengetahui perbuatannya bisa menyebabkan kematian orang lain. “Itu diterima
Jaksa menuntut dua polisi terdakwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette dengan hukuman satu tahun penjara dari tuntutan maksimal 12 tahun bui. Jaksa menyebut salah satu pertimbangan meringankan ialah para pelaku tidak sengaja menyiram air keras ke bola mata Novel Baswedan. Alasan jaksa ini menjadi bahan olok-olok di media sosial.