TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyu Wagiman mengkritik langkah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan akses data kependudukan kepada 13 lembaga keuangan. Data itu rentan disalahgunakan oleh pihak lain.
"Ada catatan besar ketika Kemendagri memberikan data-data pribadi warga negara kepada lembaga keuangan. Data kependudukan itu menyangkut profil lengkap warga negara yang rentan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," kata Wahyu saat dihubungi, Sabtu 13 Juni 2020.
Wahyu mengatakan tidak menutup kemungkinan data-data itu digunakan oleh pihak ketiga untuk kepentingannya, tanpa ada izin dan sepengetahuan pemilik data. Penyalahgunaan itu bisa jadi masuknya iklan-iklan yang tidak diinginkan pemilik data, bahkan disalahgunakan untuk melakukan transaksi atas nama pemilik data kependudukan.
Kemendagri, ujar Wahyu, sebagai penanggungjawab dalam pengelolaan data kependudukan seharusnya memikirkan dampak-dampak tadi sebelum mengambil kebijakan kerjasama dengan 13 lembaga keuangan itu. Kasus-kasus peretasan data pribadi, seharusnya bisa dijadikan rujukan.
"Seharusnya Kemendagri mempertimbangkan potensi dampak yang akan dialami dan ditanggung warga negara ketika data kependudukan tersebar kepada pihak ketiga."
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri sebelumnya menandatangani kerja sama pemanfaatan akses data kependudukan bersama 13 lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan. Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah mengatakan lembaga-lembaga itu wajib memberikan dan menjaga kerahasiaan data nasabah. Data-data itu yang kemudian dicocokkan dengan data Dukcapil.
"Oleh karena itu di ujung akhirnya adalah setiap lembaga pengguna wajib memberikan perlindungan dan menjaga kerahasiaan data dan dokumen kependudukan yang diakses oleh berbagai lembaga itu," ujar Zudan dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 Juni 2020.
Zudan mengklaim tidak sembarang lembaga dapat mengajukan kerja sama pemanfaaaan akses data kependudukan ini. Ia mengatakan ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, termasuk legalitas perusahaan, rekomendasi dan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, dan lainnya yang telah diatur dalam undang-undang.
FIKRI ARIGI | BUDIARTI UTAMI PUTRI