TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Informasi atau Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Willy Aditya mengkritik Kementerian Dalam Negeri yang memberikan akses data kependudukan kepada sejumlah lembaga keuangan perbankan dan nonperbankan. Willy menilai alasan perusahaan meminta akses data pribadi warga ke Kementerian tak dapat diterima begitu saja.
Menurut Willy, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah jelas membatasi akses data pribadi. "Karena data pribadi ini menyangkut hak privasi warga negara yang harus dilindungi, maka siapa pun yang membuat data warga negara bisa diakses orang lain harus memenuhi syarat undang-undang," kata Willy dalam keterangan tertulis, Jumat, 12 Juni 2020.
Kemendagri, kata dia, boleh membuka akses atas persetujuan subyek data. Itu pun harus memenuhi syarat-syarat keamanan dan perlindungan yang ditegaskan oleh UU ITE dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri menandatangani kerja sama pemanfaatan data kependudukan bersama 13 lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan. Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah mengatakan lembaga-lembaga itu wajib memberikan dan menjaga kerahasiaan data nasabah. Data-data itu yang kemudian dicocokkan dengan data Dukcapil.
"Oleh karena itu di ujung akhirnya adalah setiap lembaga pengguna wajib memberikan perlindungan dan menjaga kerahasiaan data dan dokumen kependudukan yang diakses oleh berbagai lembaga itu," ujar Zudan dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 Juni 2020.
Zudan mengatakan tak sembarang lembaga dapat mengajukan kerja sama pemanfataan data kependudukan ini. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, termasuk legalitas perusahaan, rekomendasi dan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, dan lainnya yang telah diatur dalam undang-undang.
Dalam kerja sama itu ada empat UU utama yang dijadikan dasar rujukan. Yakni UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2006, dan Peraturan Mendagri 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan.
Menurut Zudan, data kependudukan Kemendagri secara mendasar digunakan untuk semua keperluan, antara lain pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi seperti pemilu, serta penegakan hukum dan pencegahan kriminal.
Ketiga belas lembaga itu adalah PT Affinity Health Indonesia, PT Ammana Fintek Syariah, PT Astrido Pasific Finance, PT Bank Oke Indonesia Tbk.
Kemudian PT BPR Tata Karya Indonesia, PT Commerce Finance, PT Digital Alpha lndonesia, Yayasan Dompet Dhuafa Republika, PT Indo Medika Utama, PT Mitra Adipratama Sejati Finance, PT Pendanaan Teknologi, PT Radana Bhaskara Finance, Tbk, dan PT Visionet Internasional.
Willy mempertanyakan persetujuan subyek data dalam data kependudukan atas keputusan yang diambil Kemendagri. Politikus Partai NasDem ini mempertanyakan sertifikat sistem perlindungan data dari kerja sama antara Kemendagri dan perusahaan-perusahaan itu.
"Bagaimana mekanisme kalau terjadi kegagalan sistem? Itu semua harus dipenuhi dulu sebelum membuka walaupun sedikit akses data pribadi. Jangan main-main dengan aturan," kata Willy.