TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda atau GP Ansor menjelaskan beberapa alasan kenapa DPR seharusnya tak buru-buru membahas Rancangan Undang-Undang atau RUU Haluan Ideologi Pancasila.
Ketua Umum PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan RUU tersebut belum mencantumkan secara jelas Ketetapan (Tap) MPRS XXV Tahun 1966.
Aturan ini membahas soal pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Kedua, konsideran RUU Haluan ini tidak menyertakan Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang menjadi landasan hukum pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan atau ideologi transnasional.
"Ini juga harus diperbaiki. Jangan sampai lahirnya UU nanti menjadi amunisi baru bagi kelompok-kelompok radikal dan intoleran untuk bangkit lagi," kata Yaqut lewat keterangan tertulis pada Rabu, 10 Juni 2020.
Ketiga, kata dia, batang tubuh RUU Haluan Ideologi ini justru berupaya menghilangkan inti dari Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Keempat, melihat masih banyaknya hal-hal yang menyisakan perdebatan tersebut, pembahasan RUU harus diawali dengan diskusi-diskusi serius yang melibatkan berbagai elemen bangsa. Hal ini dalam rangka mendapatkan banyak masukan dari berbagai kalangan.
"Apalagi RUU ini berhubungan dengan Haluan Ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa yang diberlakukan semua rakyat, bukan hanya mengakomodasi kepentingan golongan tertentu," katanya.
Yaqut mengatakan GP Ansor juga melihat RUU Haluan Ideologi Pancasila adalah upaya terselubung eks PKI dan kelompoknya untuk balas dendam sejarah yang menimpa mereka. "Sejarah tidak boleh terulang ketiga kalinya. Cukup. Lebih baik DPR ikut fokus pada penanganan dan penanggulangan pandemi virus corona terlebih dahulu," katanya.