TEMPO.CO, Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) menentang rencana kenaikan gaji pimpinan KPK yang kini tengah dibahas Kementerian Hukum dan HAM dengan lembaga antirasuah itu.
ICW beranggapan rencana tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
"Pembahasan kenaikan gaji Pimpinan KPK dengan pihak Kemenkumham menimbulkan potensi kuat terjadinya konflik kepentingan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya hari ini, Selasa 9 Juni 2020.
Kurnia juga menyebut gaji akan tidak sesuai dengan kinerja para pimpinan. Ia mendasarkan hal tersebut pada survei yang dilakukan oleh lembaga jajak pendapat Indikator.
Temuan Indikator tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan publik kepada KPK menurun dari 81,3 persen menjadi 74,3 persen.
Merosotnya kepercayaan publik ia yakini tidak bisa dilepaskan dari kepemimpinan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang menurutnya minim prestasi.
Selanjutnya, Kurnia mengatakan saat ini bukan momentum yang tepat.
"Indonesia tengah berada di situasi pelik akibat wabah Covid-19. Semestinya sebagai pejabat publik para Pimpinan KPK memahami penanganan wabah Covid-19 membutuhkan alokasi dana yang luar biasa besar," kata dia.
Terakhir ia menganggap kenaikkan gaji tersebut bertolak belakang dengan pesan moral KPK.
KPK dalam berbagai kegiatan selalu menyuaran menjalankan pola hidup sederhana. Bahkan poin tersebut tercantum dalam sembilan nilai integritas yang dibuat KPK.
"Mengingat gaji Pimpinan KPK saat sudah tergolong besar, yakni Rp 123 juta bagi Ketua KPK dan Rp 112 juta bagi Wakil Ketua KPK," ujarnya.