TEMPO.Co, Jakarta-Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Direktur PT Compact Microwave Indonesia Teknologi Rahardjo Pratjihno telah merugikan negara Rp 63,8 miliar dalam proyek pengadaan Backbone Coastal Surveillance di Badan Keamanan Laut. “Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata jaksa KPK, membacakan berkas dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 8 Juni 2020.
Selain merugikan negara, Rahardjo turut didakwa memperkaya diri sendiri sebanyak Rp 60 miliar, serta memperkaya orang lain, yakni mantan Staf Khusus Bidang Perencanaan dan Keuangan Bakamla, Ali Fahmi alias Ali Habsyi sebanyak Rp 3,5 miliar. Ali Fahmi merupakan mantan kader PDIP yang perannya kerap disebut dalam sidang perkara korupsi pengadaan drone dan satelit monitoring di Bakamla yang menyeret politikus Golkar, Fayakhun. Namun, hingga kini keberadaan Ali Fahmi tidak diketahui.
Menurut jaksa, Ali Fahmi juga berperan dalam kasus korupsi pengadaan BCSS di Bakamla. Kasus bermula, ketika Ali Fahmi mengajak Rahardjo berkenalan dengan pejabat di Bakamla pada Maret 2016. Dari pertemuan itu, pembahasan mengenai rencana pengadaan BCSS di Bakamla dimulai. BCSS merupakan proyek pengembangan sistem informasi di Bakamla untuk memperkuat pengawasan laut.
Pada awalnya, Bakamla mengusulkan penambahan anggaran sebesar Rp 315 miliar untuk pengadaan proyek ini ke Rencana Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Supaya usulan itu bisa disetujui, Ali Fahmi bertugas melakukan koordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan dan Komisi Pertahanan DPR. Setelah pembahasan dengan Komisi Pertahanan DPR, nilai pagu anggaran untuk proyek ini naik menjadi Rp 400 miliar. Dalam proses koordinasi itu, Ali Fahmi sempat bertemu dengan Rahardjo untuk membahas uang komitmen atau commitment fee.
Akan tetapi pada Oktober 2016, Kemenkeu hanya menyetujui bahwa anggaran untuk proyek ini hanya sebesar Rp 170 miliar. Kendati tak sesuai dengan proposal proyek, jaksa menyebut Bakamla tetap melanjutkan proyek ini. Menurut jaksa, proses lelang telah direkayasa hingga PT CMI ditunjuk menjadi pelaksana proyek pengadaan BCSS. Dalam proses pengadaan, kata jaksa, PT CMI telah melanggar sejumlah kesepakatan, di antaranya menyerahkan pekerjaan utama kepada subkontraktor; dan lama pekerjaan tidak sesuai dengan kesepakatan.
Selain itu, kata jaksa, Bakamla membayar sebanyak Rp 134 miliar kepada PT CMI dalam pengadaan BCSS. Akan tetapi, PT CMI hanya mengeluarkan biaya sebanyak Rp 70 miliar dalam pengerjaan proyek tersebut. Selisih antara pembayaran dan biaya pengerjaan ditaksir lebih dari Rp 63,8 miliar. Menurut jaksa dari selisih itu, Rahardjo selaku pemilik PT CMI telah diperkaya sebanyak Rp 60,3 miliar. Sementara sebagian uang keuntungan itu diserahkan kepada Ali Fahmi sebanyak Rp 3,5 miliar pada Oktober 2016.