TEMPO.CO, Jakarta- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI menyayangkan pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. PLate yang beralasan jika pelambatan dan pemblokiran internet di Papua lantaran kerusakan infrastruktur.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menilai, pemerintah seharusnya berani mengakui salah dan meminta maaf. Ia pun membandingkan sikap Plate dengan pejabat negara lainnya seperti di Jepang dan Korea Selatan.
"Kalau di Jepang, sudah harakiri pejabatnya, kalau di Korea Selatan sudah mengundurkan diri itu pejabatnya. Di kita malah buat statement 'Itu kan karena kerusakan infrastruktur'. Oh my God, kok menteri seperti ini," ujar Isnur dalam diskusi daring, Kamis, 4 Juni 2020.
Senada dengan Isnur, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Abdul Manan meminta pemerintah berani mengakui kesalahan dan melakukan perbaikan. Apalagi, kata Manan, pemerintah acap kali menyatakan agar masyarakat menghormati hukum. "Tidak hina juga jika pemerintah mengakui salah dan mengoreksi diri supaya kebijakan ke depan bisa lebih untuk masyarakat," ujar Abdul Manan dalam diskusi yang sama.
Pada November 2019, AJI dan Tim Advokasi Kebebasan Pembela Pers bersama Southest Asia Freddom of Expression Network (SAFEnet) melayangkan gugatan ke PTUN setelah Pemerintah Indonesia melakukan pelambatan dan pemblokiran internet untuk meredam aksi unjuk rasa kasus rasisme dan represi terhadap Papua.
Langkah yang diambil pemerintah itu dinilai SAFEnet telah melanggar hak mengakses internet yang dimiliki masyarakat. Apalagi, pemblokiran juga sebelumnya telah dilakukan pemerintah pada aksi unjuk rasa 21-22 Mei 2019 lalu.