TEMPO.CO, Jakarta - Tim Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri hingga kini masih menyelidiki insiden penyerangan di Markas Kepolisian Sektor Daha Selatan, Kalimantan Selatan yang terjadi pada Senin, 1 Juni 2020.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan menuturkan, penyelidikan dilakukan dengan memeriksa barang bukti milik pelaku.
"Barang bukti diperiksa untuk mengungkap latar belakang dan motif pelaku," ujar Ahmad saat dihubungi pada Kamis, 4 Juni 2020.
Insiden penyerangan itu bermula ketika tiga anggota Polsek Daha Selatan, yakni Brigadir Leonardo Latupapua, Brigadir Djoman Sahat Manik Raja, Brigadir Dua M Azmi, tengah bertugas piket malam.
Ketika sedang berjaga itu, Bripda Azmi mendapat keributan di ruang SPKT. Ia pun bergegas ke ruangan tersebut, dan menemukan Brigadir Leonardo sudah dalam keadaan terluka akibat senjata tajam.
Bripda Azmi pun meminta bantuan kepada Brigadir Djoman. "Keduanya balik ke ruang SPKT, tetapi sampai di sana, mereka malah dikejar oleh OTK dengan pedang," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan Komisaris Besar Mochamad Rifa’i saat dihubungi pada Senin, 1 Juni 2020.
Kedua anggota itu berlari ke ruangan lain dan mengunci ruangan dari dalam sambil menelpon ke Markas Kepolisian Resor Hulu Sungai Selatan untuk meminta bantuan.
"Sampai bantuan datang, OTK tersebut tak mau menyerahkan diri. Akhirnya anggota menembak pelaku. Meninggal di rumah sakit," ucap Rifa'i.
Dari pelaku, polisi menemukan sejumlah dokumen soal ISIS dari pelaku penyerangan. "Kami menemukan barang bukti, yakni sepeda motor, dokumen beridentitas ISIS seperti syal dan ID card, serta selembar surat wasiat bertulis tangan dan Al-Quran kecil yang disimpan di tas pinggang pelaku," kata Rifai melanjutkan.