TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung membacakan surat dakwaan dalam sidang perdana perkara korupsi di PT Asuransi Jiwasraya pada Rabu, 3 Juni 2020.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut, jaksa menguraikan kronologis aktivitas korupsi di perusahaan pelat merah itu. Jaksa juga membeberkan peran dan siasat para terdakwa. Berikut poin-poin dakwaan kasus korupsi di Jiwasraya.
1. Negara Rugi Rp 16,8 triliun
Besaran kerugian yang ditanggung negara akibat korupsi di Jiwasraya tercatat lebih besar dibandingkan dengan perkara E-KTP yang mencapai Rp 2,3 triliun. Dalam kasus Jiwasraya, jaksa mendakwa Direktur PT Hanson Internasional, Benny Tjokrosaputro telah merugikan negara sebesar Rp 16,8 triliun.
Perbuatan itu dilakukan oleh 5 terdakwa lainnya, yakni Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Selanjutnya oleh para mantan petinggi di PT Jiwasraya, yakni eks Direktur Utama, Hendrisman Rahim; eks Direktur Keuangan Hary Prasetyo beserta eks Kepala Divisi Investasi, Syahmirwan.
2. 'Permainan' Keenam Terdakwa
Jaksa menuturkan Benny, Heru dan Joko melakukan kesepakatan dengan para petinggi Jiwasraya mengenai pengelolaan investasi saham dan reksadana milik PT Jiwasraya. Kerja sama pengelolaan dilakukan sejak 2008 hingga 2018. Akan tetapi, menurut jaksa, mereka melakukan kesepakatan secara tidak transparan dan akuntabel.
"Tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang obyektif, profesional dan tidak sesuai nota internal kantor pusat," kata Jaksa saat membacakan dakwaan pada Rabu, 3 Juni 2020.
Jaksa menyebut Hendrisman, Hary dan Syahwirman membeli sejumlah saham perusahaan BJBR, PPRO dan SMBR dengan tidak mengikuti pedoman investasi yang berlaku. Mereka membeli saham melebihi 2,5 persen dari saham perusahaan yang beredar.
Selain itu, jaksa mendakwa keenam terdakwa dan pihak terafiliasi telah bekerja sama untuk melakukan transaksi jual-beli saham sejumlah perusahaan dengen tujuan mengintervensi harga. Tindakan goreng saham itu dilakukan pada perusahaan BJBR, PPRO, SMBR dan SMRU. Bukannya memberikan untung, aksi itu malah tidak dapat memenuhi likuiditas keuangan Jiwasraya.
Jaksa juga menyebut para terdakwa juga mengatur dan mengendalikan 13 manajer investasi untuk membentuk produk reksadana khusus untuk PT Jiwasraya yang dikendalikan Joko Hartono.
Produk reksadana tersebut berakhir pada kerugian bagi keuangan Jiwasraya. Selain itu, Heru, Benny dan Joko turut memberikan uang, saham dan fasilitas lain kepada tiga petinggi Jiwasraya. Pemberian dilakukan terkait pengelolaan investasi saham dan reksadana di perusahaan tersebut selama 2008-2018.