TEMPO.CO, Jakarta - Gugatan perkara perbuatan melanggar hukum terkait kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat dimenangkan oleh Tim Pembela Kebebasan Pers.
Tim ini terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen atau AJI dan SAFEnet sebagai penggugat serta LBH Pers, YLBHI, KontraS, Elsam, dan ICJR sebagai kuasa hukumnya.
Baca Juga:
Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan tergugat I dan II dalam perkara ini yakni Presiden RI dan Menteri Komunikasi dan Informatika bersalah.
“Menyatakan tindakan pemerintah yang dilakukan tergugat 1 dan 2 adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintah,” kata Hakim Ketua Nelvy Christin dalam sidang pembacaan putusan melalui telekonferensi, Rabu, 3 Juni 2020.
Berikut perjalanan sidang gugatan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
1. Gugatan Didaftarkan
Tim Pembela Kebebasan Pers mendaftarkan gugatan perkara dugaan perbuatan melanggar hukum terkait kebijakan pemutusan akses internet di Papua dan Papua Barat ke PTUN Jakarta pada 21 November 2019. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 230/G/2019/PTUN-JKT. Gugatan diajukan setelah pemerintah tidak menanggapi keberatan Tim ini pada 4 September 2019.
Tergugat dalam perkara ini adalah Presiden RI dan Menteri Komunikasi dan Informatika. Objek gugatan adalah tindakan para tergugat pada 19 Agustus 2019 yang melakukan throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa wilayah Papua Barat dan Papua.
Tindakan itu dilakukan hanya melalui Siaran Pers No. 154/HM/KOMINFO/08/2019. Selanjutnya, tindakan pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat yang juga melalui siaran Pers No. 155/HM/KOMINFO/08/2019, pada tanggal 21 Agustus.
2. Gugatan Berlanjut ke Persidangan
Dikutip dari siaran pers SAFEnet, PTUN Jakarta disebut memutuskan gugatan berlanjut ke proses persidangan pada Senin, 2 Desember 2019. Majelis hakim dalam proses dismisal menyatakan gugatan ini merupakan kewenangan PTUN, sehingga perkara bisa disidangkan.
Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin mengatakan, proses dismisal atau pengecekan kewenangan pengadilan ini menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 tahun 2019. “Segala tindakan pemerintah yang dianggap melanggar hukum itu akan beralih pada kewenangan pengadilan TUN, tadi majelis hakim sudah menyatakan ini adalah kewenangan pengadilan tata usaha negara dan selanjutnya mereka akan menunjuk hakim menyidangkan perkara ini. Artinya dalam kewenangan pengadilan ini sudah selesai dan ini adalah kewenangan tata usaha negara,” kata Ade dalam rilis.