TEMPO.CO, Jakarta - Pengajar Fakultas Hukum Univeritas Airlangga (Unair) Herlambang Perdana Wiratman mengkritik rencana pelibatan TNI dalam penanganan teroris. Rencana ini tertuang dalam draf Peraturan Presiden.
Herlambang berpendapat bahwa Rancangan Perpres TNI itu telah menghilangkan mekanisme check and balances antara Presiden dengan DPR dalam pengerahan TNI.
Dalam rancangan perpres itu, pengerahan TNI dapat dilakukan hanya melalui keputusan presiden tanpa ada pertimbangan DPR yang disyaratkan oleh Undang-Undang TNI.
"Itu artinya, secara hukum, perpres itu akan bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, yakni UU TNI, karena telah menghilangkan mekanisme check and balances antara Presiden dan DPR,” kata Herlambang lewat keterangan tertulis seperti dikutip dari Antara pada Senin, 1 Juni 2020.
Selain itu, kata dia, penggunaan anggaran daerah dan sumber lain di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dapat digunakan TNI dalam penanganan terorisme, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Rancangan Perpres, juga bertentangan dengan Pasal 66 Undang-Undang TNI.
“Penggunaan anggaran di luar APBN oleh TNI tidak sejalan dengan fungsi TNI yang bersifat terpusat (tidak didesentralisasikan) sehingga anggaran untuk TNI hanya melalui APBN sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU TNI," kata Herlambang.
Ia menambahkan bahwa pendanaan di luar ketentuan UU TNI tersebut memiliki problem akuntabilitas, berpotensi untuk terjadi penyimpangan anggaran, dan menimbulkan beban anggaran baru bagi pemerintah daerah.
Herlambang bersama sejumlah tokoh dan akademikus mendesak anggota DPR RI untuk meminta pemerintah memperbaiki draf Rancangan Perpres TNI tersebut. Akademikus lain yang ikut menandatangani petisi itu, antara lain Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM Mochtar Mas'oed dan Guru Besar Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto.
Putri mendiang Gus Dur Alissa Wahid, mantan legislator Nursyahbani Katjasungkana, anggota Komnas HAM Choirul Anam, Direktur Riset di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar, dan aktivis Hak Asasi Manusia Usman Hamid juga ikut menandatangani petisi ini.
Mereka mendesak dikembalikannya Rancangan Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme tersebut.