TEMPO.CO, Jakarta-Diskusi bertajuk 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang direncanakan Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau UGM akhirnya batal digelar.
"Demi alasan keamanan, mahasiswa penyelenggara kegiatan memutuskan untuk membatalkan kegiatan diskusi tersebut," kata Dekan Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat malam, 29 Mei 2020.
Menurut Sigit, polemik menyangkut diskusi mahasiswanya itu muncul karena banyak pihak terprovokasi dengan surat terbuka dari Bagas Pujilaksono Widyakanigara, dosen Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana UGM.
Pada Kamis, 28 Mei kemarin, Bagas menulis dengan judul 'Gerakan Makar' yang kemudian ia sebarkan. Tulisan itu juga dimuat di tagar.id dengan judul 'Gerakan Makar di UGM Saat Jokowi Sibuk Atasi Covid-19'. "Mungkin banyak orang terprovokasi dengan suratnya Pak Bagas itu," ujar Sigit.
Sigit menilai tak ada yang salah dari diskusi mahasiswa selama tak melanggar hukum, ketertiban umum, dan etika kesusilaan. Sigit juga mengirimkan salinan Term of Reference (ToR) diskusi yang sama sekali tak memuat kata atau gagasan makar.
"Harapannya ya ke depan semua pihak lebih dewasa, lebih wise lah, perlu cross check sebelum memberikan komentar sehingga tidak memprovokasi atau memberikan informasi yang salah dan mendistorsi kegiatan-kegiatan yang sebenarnya punya maksud baik," ujar Sigit.
Bagas Pujilaksono membantah melakukan provokasi melalui tulisannya. Dia mengaku hanya membaca apa yang tertulis pada poster dan menilai ada gagasan makar di balik poster tersebut. "Saya enggak memprovokasi, wong saya cuma membaca dari poster itu kok," kata Bagas ketika dikonfirmasi, Jumat malam, 29 Mei 2020.
Bagas juga berkukuh dirinya tak salah menafsirkan maksud diskusi. Menurut dia, tujuan diskusi tersebut adalah ingin menurunkan presiden di tengah pandemi karena dianggap gagal. Ia juga tak merasa terburu-buru menyematkan tuduhan makar terhadap panitia diskusi.
"Kan bisa aja di balik itu semua ada sesuatu. Kalau itu dibiarkan nanti di perguruan tinggi lain menjalankan kayak gitu kayak gitu bisa kacau negeri ini," ucap mantan calon rektor UGM ini.
Diskusi yang menghadirkan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia, Nimatul Huda, itu sedianya digelar pada Jumat, 29 Mei 2020 pada pukul 14.00-16.00 WIB melalui aplikasi Zoom meeting. Namun sebelum diskusi, panitia dan pembicara diteror, diancam, dan diretas nomor ponselnya.
Melalui akun Instagram @clsfhugm, panitia sempat mengklarifikasi tuduhan makar yang disematkan ke acara mereka. Panitia menjelaskan bahwa diskusi tersebut hanya ingin membahas tentang mekanisme serta sejarah pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden.
Panitia juga sempat mengganti judul pada poster menjadi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'. Panitia juga meminta maaf karena judul awal diskusi multitafsir. Belakangan, akun instagram @clsfhugm itu hilang dari kolom pencarian.
Dosen hukum tata negara Fakultas Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar mengatakan panitia mengalami ancaman penangkapan, pengenaan pasal makar, hingga pembunuhan. Pesan ancaman bahkan dikirimkan ke ayah dan ibu mereka. Seorang pengancam mengatasnamakan berasal dari kepolisian.
Namun menurut Zainal, melalui seorang koleganya, pihak kepolisian menyatakan sama sekali tak ada rencana pemanggilan panitia diskusi. Mahasiswa dan keluarga mereka kini tengah menimbang langkah hukum atas teror dan intimidasi tersebut.
BUDIARTI UTAMI PUTRI