TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pesantren Indonesia (Rabithah Ma'ahid Islamiyah) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU meminta Pemerintah tak memaksakan pelaksanaan new normal di pesantren yang belum siap.
RMI-PBNU menilai penerapan new normal di pesantren selama wabah Covid-19 terlalu dipaksakan. Bahkan, dinyatakan new normal tak bisa dilaksanakan di pesantren.
"Pesantren yang berbasis komunitas dan cenderung komunal justru dapat menjadi klaster baru pandemi Covid-19. Sesuatu yang sepatutnya dihindari," kata Ketua RMI-PBNU Abdul Ghofarrozin dalam siaran persnya hari ini, Jumat, 29 Mei 2020.
Abdul menerangkan Pemerintah belum memiliki perhatian dan kebijakan khusus untuk menangani Covid-19. Apalagi jumlah dan pertumbuhan pasien masih tinggi dan meluas persebarannya.
Apalagi, dia melanjutkan, prasyarat untuk mencegah penularan Covid-19, terutama jaga jarak (social/physical distancing), semakin sulit diwujudkan.
Abdul meminta Pemerintah menyediakan tiga fasilitas untuk menjaga pesantren dari serangan Covid-19.
Dia menyebut, Pemerintah harus menyediakan fasilitas dan peralatan kesehatan, sarana dan fasilitas pembelajaran online, dan biaya pendidikan (Syahriyah/SPP dan Kitab ) bagi santri yang secara ekonomi terdampak Covid-19.
"Apabila tidak ada kebijakan nyata untuk tiga hal di atas maka RMI-PBNU menyarankan pesantren memperpanjang masa belajar di rumah," ujar Abdul Ghoffarozin.