TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau UGM Denny Indrayana menyesalkan dugaan peretasan dan teror terhadap panitia dan pembicara diskusi Constitutional Law Society (CLS) FH UGM.
Serangan tersebut diduga karena tema diskusi dituduh bernuansa makar. Acara tersebut pun batal digelar pada hari ini, Jumat, 29 Mei 2020, dengan alasan keamanan.
"Kok jadi sangat alergi dengan diskusi-diskusi ya. Tidak akan ada pemakzulan kepada Presiden Jokowi gara-gara diskusi begitu," ucap Denny kepada Tempo hari ini, Jumat, 29 Mei 2020.
Denny, yang pernah menjadi anggota Tim Hukum Prabowo - Sandi dalam Pilpres 2019, berpendapat bukan sekali ini saja diskusi di UGM berubah judul. Sebelumnya, diskusi para dosen Hukum Tata Negara juga berubah dari "PSBB: Pemerintah Sukanya Basa-basi" menjadi "PSBB: Policy Setengah Basa-basi."
Adapun diskusi CLS FH UGM tersebut sebenarnya berjudul "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan."
Tuduhan makar dilontarkan oleh pengajar Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana UGM Bagas Pujilaksono Widyakanigara melalui tulisannya.
Panitia LSC FG Hukum kemudian mengklarifikasi sekaligus mengubah judul diskusi menjadi "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan." Tapi, tetep saja akhirnya diskusi batal dilaksanakan.
Menurut Denny, diskusi-diskusi semacam ini seharusnya tak direspons dengan ketakutan berlebihan. Apalagi itu diskusi akademis yang membahas mekanisme pemakzulan dari aspek Hukum Tata Negara.
"Ada kebebasan mimbar akademik, kebebasan berbicara yang kita pertaruhkan," ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Tindakan meretas dan meneror panitia serta pembicara diskusi dinilainya amatlah berlebihan.
Dia menduga responss semacam ini muncul karena masih ada rivalitas sisa Pilpres 2019 yang belum tuntas. Walhasil, pendukung-pendukung Jokowi masih khawatir muncul ganguan.
Menurut Denny, kritik terhadap pemerintah adalah keniscayaan. "Dan itu bagian dari demokrasi yang harus ditumbuhkembangkan."