TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, mengatakan pemerintah tak bisa terburu-buru menetapkan new normal atau kenormalan baru. "Laporan kasus harian masih berfluktuasi maka terlalu dini untuk bicara soal normalitas baru," kata Syafrizal melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 27 Mei 2020.
Menurut dia, idelanya kenormalan baru dijalankan ketika kurva Covid sudah terkendali meskipun vaksin belum ada. Masalahnya, kata Syahrizal, penambahan pasien positif kasus ini belum terkendali.
Menurut dia, Indonesia masih dalam tahap bagaimana melaksanakan pembatasan sosial berskala besar memberi dampak berarti pada penurunan kasus harian. Melihat data per wilayah, seperti beberapa provinsi, misalnya. Maka akan terlihat perbedaan perkembangan yang cukup tajam antar wilayah.
Ia menuturkan ada sekitar 66 persen atau 22 provinsi yang melaporkan kasus dalam satu digit atau di bawah 10. "Separuh di antaranya melaporkan nihil kasus."
Sementara 12 Provinsi melaporkan di angka dua digit atau di bawah 100. Walau DKI menyatakan klaim penurunan kasus, kata dia, harus dilihat bahwa risiko penduduk Ibu Kota tertular Covid-19 sangat tinggi.
"Jadi bila pemerintah dalam situasi wabah masih berfluktuasi saat ini, sudah ingin melakukan pelonggaran, maka harus siap dengan kemungkinan terjadinya lonjakan kasus mengingat penularan transmisi lokal masih berlangsung," kata dia.