TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mendakwa Wahyu Setiawan menerima suap Rp 600 juta ketika dia menjabat Komisioner Komisi Pemilihan Umum.
Suap tersebut diberikan oleh dua kader PDI Perjuangan, yakni Harun Masiku dan Saeful Bahri.
“Menerima hadiah atau janji berupa uang secara bertahap sebesar Sin$ 19 ribu dan Sin$ 38.500 atau setara Rp 600 juta,” kata Jaksa KPK Takdir Suhan membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, hari in, Kamis, 28 Mei 2020.
Jaksa Takdir menuturkan suap diberikan agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu yang diajukan PDIP.
PDIP mengusulkan anggota DPR Riezky Aprilia digantikan sesama kader dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I dalam Pemilu 2019, yaitu Harun Masiku.
Wahyu Setiawan dicokok KPK dalam operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020 di Bandara Soekarno-Hatta.
Adapun Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri ditangkap di tempat berbeda. Sedangkan Harun Masiku masih buron sampai sekarang.
Masalah sejatinya dimulai ketika Caleg PDIP Dapil I Sumsel Nazarudin Kiemas menjelang Pemilu pada April 2019.
Berdasarkan hasil pemilu, almarhum mendapat suara terbanyak di dapil itu. Rapat Pleno PDIP pada Juli 2019 memutuskan suara Nazarudin akan dilimpahkan ke Harun Masiku.
KPU menolak permohonan PDIP dengan alasan suara Riezky Aprilia lebih banyak ketimbang Harun. Riezky pun ditetapkan sebagai anggota DPR terpilih pada 1 Oktober 2019.
Saeful menghubungi koleganya mantan anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina untuk menjadi penghubung dengan Wahyu Setiawan.
Saeful, yang juga anggota Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, menawarkan uang Rp 750 juta. Namun, menurut Jaksa KPU, Wahyu meminta Rp 1 miliar.
Penyerahan uang dalam dua tahap. Pertama, pada 17 Desember 2019 sebanyak Rp 400 juta via Tio di restoran Mal Plaza Indonesia. Berikutnya 26 Desember 2019, Rp 400 juta via Tio di Mal Pejaten Village.
Pada 8 Januari 2020, Wahyu Setiawan diketahui meminta Tio mengirimkan Rp 50 juta uang ke rekeningnya.