TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum Viryan Aziz mengatakan data daftar pemilih tetap (DPT) yang bocor di media sosial bukan dari hasil peretasan situs KPU.
Ia menduga data yang bocor tersebut berasal dari pihak ketiga. Ia mengatakan KPU memang wajib menyerahkannya kepada mereka sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 Pasal 38 Ayat 5.
Dalam aturan tersebut, KPU mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional wajib memberikan salinan DPT kepada partai politik peserta pemilu, Bawaslu, dan pemerintah dalam bentuk salinan soft copy atau cakram padat yang formatnya dibuat tidak bisa diubah.
"Meskipun itu data lama dan bukan dari KPU RI, tapi dari formatnya dimungkinkan data yang diterima pihak eksternal," katanya dalam konferensi pers virtual, Jumat, 22 Mei 2020.
Menurut Viryan, KPU telah berkoordinasi dengan unit cybercrime Mabes Polri dan Badan Siber dan Sandi Negara untuk mencari pelaku penyebar DPT tersebut.
Viryan berujar data yang bocor itu merupakan DPT Pemilu 2014, bukan DPT Pemilu 2019.
Sebelumnya, akun Twitter @underthebreach mengunggah tangkapan layar dari salah satu situs yang mengklaim memiliki data daftar pemilih tetap pemilu 2014.
Menurut akun tersebut, peretas mengambil data tersebut dari situs KPU pada 2013. Adapun data DPT 2014 yang mereka ambil berupa file berformat PDF. Peretas mengklaim memiliki 2,3 juta data kependudukan.
Dari gambar yang diunggah, data tersebut berisi kolom nama lengkap, nomor kartu keluarga, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tempat dan tanggal lahir, alamat rumah, dan Informasi pribadi lainnya.