TEMPO.CO, Jakarta -Kantor Staf Presiden disingkat KSP siap menerima masukan masyarakat sipil terkait rancangan peraturan presiden tentang pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme.
Draf Perpres itu akan dibahas bersama DPR setelah Lebaran. "Kami tampung semua masukan, dari LSM, kalangan HAM, semua untuk penyempurnaan isi perpres,” kata Tenaga Ahli Utama KSP Rumadi dalam diskusi online The Indonesia Intelligence Institute, Selasa, 19 Mei 2020.
Rumadi menjelaskan, berbagai kekhawatiran masyarakat sipil soal Perpres TNI itu sudah dikaji. Ia mengatakan semangat dasarnya adalah untuk mengatur lebih detail keterlibatan TNI mengatasi terorisme.
Anggota Komisi 1 DPR Sukamta menilai perpres itu dibutuhkan untuk mengatur koordinasi antaraparat di lapangan. "Ada beberapa ancaman terorisme yang sangat butuh TNI, misalnya di Poso dan Papua, itu perlu aturan tegas,” ujarnya.
Menurut Sukamta, sejak 2018, DPR sudah mendesak agar ada perpres yang detail mengatur keterlibatan TNI mengatasi terorisme. Sebab, ada kelompok teroris yang bersenjata canggih yang harus dilawan oleh TNI.
Sukamta mengingatkan, pasal-pasal dalam perpres pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme harus detail dan rinci. "Jangan ada salah tafsir di petugas nanti di lapangan,” ujar politikus PKS itu.
Rakyan Adibrata, peneliti terorisme, menambahkan bahwa Perpres TNI mengacu pada dua undang undang utama, yaitu UU TNI Tahun 2004 dan UU 5 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Pidana Terorisme.
Secara prinsip, kata dia, peran TNI bisa melakukan penangkalan, penindakan dan pemulihan, tentu dalam koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Pelibatan TNI dalam mengatasi ancaman terorisme skala tinggi harus berdasarkan perintah Presiden. "Itu sudah diatur dalam pasal 8 rancangan Perpres TNI, termasuk mengatasi pembajakan pesawat, "katanya.