TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Hentikan Kekerasan Seksual mendorong pemulihan korban dan penegakan hukum pada kasus tindakan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh IM, seorang alumni Universitas Islam Indonesia (UII).
"Kami menuntut pengutamaan keadilan, perlindungan dan pemulihan bagi korban dan pendamping. Langkah perlawanan korban bisa kemudian berbalik reviktimisasi terhadap korban (dan juga pendamping) dalam kasus-kasus kekerasan seksual," kata salah seorang anggota koalisi Ditta Wisnu, dalam keterangan tertulis, Ahad, 17 Mei 2020.
Beberapa lembaga yang masuk dalam koalisi ini di antaranya API Kartini, Asosiasi APIK, Institut KAPAL Perempuan, Institut Perempuan, INFID, Jaringan Perempuan Borneo, Jaringan Perempuan Yogyakarta, dan Kalyanamitra.
Mereka menuntut perbaikan sistem hukum dan kebijakan terkait isu kekerasan seksual. Hukum disebut kerap menjadi hambatan yang umum bagi para korban kekerasan seksual.
Korban dalam kasus serupa, kerap tidak dipercaya oleh masyarakat dan juga oknum penegak hukum. Karena itu mereka mendesak agar korban mendapat dukungan dan jaminan perlindungan serta pemulihan agar dapat bersuara.
Mereka pun menganggap perlu adanya penegakan hukum yang lengkap, seperti pendidikan dan advokasi untuk aparat penegak hukum yang harus memiliki pemahaman dan perspektif gender bagi korban, terutama untuk menerima pengaduan. "Proses pendampingan hukum dan memproses kasus-kasus kekerasan seksual sesuai dengan layanan ang adil, empati dan berkeprimanusiaan di semua tahap penegakkan hukum," kata dia.
IM adalah penerima Australia Awards Scholarship (AAS) yang kini berstatus sebagai mahasiswa program magister di Universitas Melbourne, yang juga aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan keagamaan dan diundang sebagai penceramah di masjid-masjid. Menurut koalisi, kebanyakan jamaah dari masjid-masjid tersebut adalah warga Indonesia di Victoria. Di sana IM dikenal sebagai motivator dan disebut ustadz.