TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggelar rapat koordinasi untuk membahas terkait kompensasi korban tindak pidana terorisme.
"Seperti yang disampaikan pihak LPSK, istilahnya pertemuan ini untuk menjalin komunikasi dan koordinasi dalam rangka pemulihan korban terorisme," ujar Kepala BNPT Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat, 15 Mei 2020.
Menurut dia, perlindungan kepada saksi dan korban terutama dalam konteks kasus tindak pidana terorisme harus segera dibahas secara serius.
"Dengan adanya UU Nomor 5 Tahun 2018 perlu kita konkretkan dengan kerja sama menjadi semacam Standar Operasional Prosedur (SOP). Termasuk juga hal yang perlu dilanjutkan yaitu kerja sama (MoU) yang nampaknya sudah harus kita perbarui lagi," kata mantan Kapolda Papua tersebut.
Boy mengatakan BNPT akan secara proaktif mendorong Peraturan Pemerintah (PP) tentang perlindungan korban tindak pidana terorisme agar segera disahkan.
"Tadi juga telah kita bahas dan kita bersepakat setelah Hari Raya Idul Fitri ini akan kita tuntaskan. Demikian juga secara proaktif berkaitan dengan PP Perlindungan yang akan kita upayakan agar segera dapat disahkan dan diterbitkan," katanya.
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengatakan selama ini kerja sama BNPT dan lembaganya telah berjalan baik. Ia berharap di bawah kepemimpinan baru di BNPT, kerja sama itu akan berjalan lebih baik lagi.
"Dan penting lagi kita menyamakan persepsi, apalagi setelah UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme disahkan. Ada beberapa mandat yang diberikan kepada kami, BNPT dan LPSK, harus segera dirumuskan oleh negara terutama beberapa PP berkaitan dengan hak-hak korban," ujar Maneger.