Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Hambatan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Pasca Tragedi Mei 98

image-gnews
Ilustrasi kekerasan seksual. Doc. Marisa Kuhlewein (QUT) and Rachel Octaviani (UPH)
Ilustrasi kekerasan seksual. Doc. Marisa Kuhlewein (QUT) and Rachel Octaviani (UPH)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Perempuan mencatat sejumlah hambatan dalam penanganan kasus kekerasan seksual, terutama bagi korban dalam mendapatkan keadilan pasca kerusuhan Mei 1998. Dalam catatan Komnas Perempuan, di antara pelaku kekerasan seksual adalah oknum aparat hukum dan pejabat publik.

Temuan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2018 hingga Januari 2020, ada 115 kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pejabat publik. Laporan terbanyak adalah aparatur sipil negara 26 kasus, polisi 20 kasus, guru 16 kasus dan aparat militer 12 kasus. Sedangkan dari tahun 2011 hingga 2019, Komnas Perempuan mencatat ada 46.698 kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah personal maupun publik terhadap perempuan. Sebanyak 23.021 kasus terjadi di ranah publik, berupa perkosaan sebanyak 9.039 kasus, pelecehan seksual 2.861 kasus, cyber crime bernuansa seksual 91 kasus. 

Hambatan pertama dalam penanganan kasus kekerasan seksual adalah belum adanya beleid yang memuat bentuk-bentuk kekerasan seksual, seperti penyiksaan seksual, perbuatan yang merendahkan martabat manusia, ingkar janji perkawinan, pelecehan seksual hingga eksploitasi seksual dalam berbagai rupanya selain terkait dengan perdagangan orang.

"Akibatnya korban tidak dapat memperoleh keadilan karena tidak ada pengaturan yang menjadikannya sebagai tindak pidana," bunyi lembar fakta Komnas Perempuan yang diterima Tempo, Kamis 14 Mei 2020.

Komnas Perempuan menyatakan sistem pembuktian dalam KUHAP masih membebani korban, karena penyidik kerap memahami bahwa dalam kasus kekerasan seksual harus ada saksi yang melihat langsung kejadian. Hal ini kemudian menjadi beban dalam pembuktian oleh korban, termasuk juga menyediakan visum, bahkan sperma pelaku sebagai barang bukti. Menurut Komnas Perempuan, dengan alasan tidak cukup bukti, Kepolisian mendorong melakukan mediasi dengan pelaku dan tidak melakukan penahanan atau dihentikan penyidikannya (SP3).

Seperti kasus perkosaan yang diduga dilakukan oleh dokter AG, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan Direktur RSUD Jayapura terhadap seorang anak. Dalam surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) disebutkan sudah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dan permintaan keterangan ahli, namun dinyatakan tidak cukup bukti sehingga dihentikan. Tetapi dalam kasus tersebut tidak ada keterangan terkait visum et repertum dan visum psikiantrikum telah dilakukan atau belum.

Komnas Perempuan menyebutkan hambatan penanganan kasus kekerasan seksual juga terlihat dengan masih adanya pelanggaran hak prosedural korban, karena KUHAP dan Peraturan Kapolri nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana lebih berorientasi kepada tersangka atau terdakwa. Hal ini menyebabkan hak-hak prosedural korban kerap diabaikan. Seperti tidak adanya akses informasi, akses yang tidak setara kepada penasehat hukum atau pendamping mengkonfrontasi korban dengan tersangka, serta penundaan berlarut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hambatan selanjutnya adalah adanya keharusan persetujuan tertulis dari Presiden dalam rangka penyidikan dan penahanan yang diatur dalam Pasal 36 UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam hal tersangka adalah kepala daerah atau wakil kepala daerah. Menurut Komnas Perempuan ketentuan ini menjadi impunitas bagi tersangka untuk tidak menjalani proses hukum.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

13 jam lalu

Muh Anwar alias Bayu Aji Anwari. Facebook
Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

Bayu Aji Anwari, pimpinan Yayasan Islam Nuril Anwar Kota Semarang dituntut 15 tahun penjara. Didakwa melakukan kekerasan seksual terhadap 6 santri.


Beredar Video Seorang Suami Diduga Sekap Istri di Kandang Sapi, Komnas Perempuan Bilang Begini

7 hari lalu

Ilustrasi KDRT. radiocacula.com
Beredar Video Seorang Suami Diduga Sekap Istri di Kandang Sapi, Komnas Perempuan Bilang Begini

Beredar video yang memperlihatkan seorang istri diduga disekap di kandang sapi oleh suaminya di Jember, Jawa Timur. Komnas Perempuan buka suara.


Fakultas Filsafat UGM Dalami Dugaan Kekerasan Seksual Mahasiswa dengan Korban 8 Orang

10 hari lalu

Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. (FOTO ANTARA)
Fakultas Filsafat UGM Dalami Dugaan Kekerasan Seksual Mahasiswa dengan Korban 8 Orang

Fakultas Filsafat UGM menunggu laporan dari para korban untuk penanganan yang lebih tepat dan cepat.


Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Nonaktif Tutup Pintu Damai

20 hari lalu

Pengacara dua korban kekerasan seksual oleh Rektor Universitas Pancasila nonaktif Edie Toet, Amanda Manthovani. Tempo/Ricky Juliansyah
Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Nonaktif Tutup Pintu Damai

Korban kekerasan seksual Rektor Universitas Pancasila nonaktif ingin agar jangan ada lagi petinggi yang leluasa melakukan pelecehahan di kampus.


Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Tidak Mendapat Perlindungan dan Komunikasi dari Kampus

20 hari lalu

Pengacara dua korban kekerasan seksual oleh Rektor Universitas Pancasila nonaktif Edie Toet, Amanda Manthovani. Tempo/Ricky Juliansyah
Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Tidak Mendapat Perlindungan dan Komunikasi dari Kampus

Amanda Manthovani, pengacara 2 korban kekerasan seksual diduga oleh Rektor Universitas Pancasila nonaktif mengaku tak ada perlindungan dari kampus.


Pengacara Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Sebut Ada Korban Lain

20 hari lalu

Rektor Universitas Pancasila nonaktif Edie Tote Hendratno hadiri pemeriksaan atas dugaan pelecehan terhadap stafnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024. Edie diperiksa sebagai terlapor untuk laporan yang debut oleh DF yang mengaku sebagai korban pelecehan. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Pengacara Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Sebut Ada Korban Lain

Pengacara dua korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan Rektor Universitas Pancasila mengaku ada korban lain yang menghubungi dirinya.


Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Kian Hari Kian Waswas dan Trauma

20 hari lalu

Rektor nonaktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno (kiri) didampingi kuasa hukumnya usai menjalani pemeriksaan dugaan kasus pelecehan seksual di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis, 29 Februari 2024. Dalam keteranganya, tudingan adanya pelecehan seksual tersebut hanya asumsi karna tidak ada bukti yang sah, ia juga mengaku kasus ini bagian dari politisasi menjelang pemilihan rektor. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Korban Dugaan Kekerasan Seksual Rektor Universitas Pancasila Kian Hari Kian Waswas dan Trauma

Amanda Manthovani, pengacara dua korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan Rektor Universitas Pancasila nonaktif ungkap kondisi kliennya.


10 Negara Bagian di India yang Tidak Aman bagi Perempuan

22 hari lalu

Sejumlah wanita Indoa mengikuti aksi damai dalam memperingati Hari Perempuan Internasional di New Delhi, India, 8 Maret 2018. Mereka menolak atas kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual dan diskriminasi dalam pekerjaan dan upah. (AP Photo / Manish Swarup)
10 Negara Bagian di India yang Tidak Aman bagi Perempuan

India dikenal sebagai salah satu negara paling berbahaya di dunia bagi perempuan.


Dugaan Pelecehan oleh Rektor Universitas Pancasila, Polisi Periksa 15 Saksi

23 hari lalu

Rektor nonaktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno didampingi kuasa hukumnya usai menjalani pemeriksaan dugaan kasus pelecehan seksual di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis, 29 Februari 2024. Dalam keteranganya, tudingan adanya pelecehan seksual tersebut hanya asumsi karna tidak ada bukti yang sah, ia juga mengaku kasus ini bagian dari politisasi menjelang pemilihan rektor. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Dugaan Pelecehan oleh Rektor Universitas Pancasila, Polisi Periksa 15 Saksi

Rektor Universitas Pancasila nonaktif Edie Toet Hendratno dilaporkan dua orang atas dugaan pelecehan


6 Alasan Tingkat Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Tinggi di India

25 hari lalu

Unjuk rasa di India memprotes tinggi tindak kekerasan seksual pada perempuan. Sumber: AFP via Getty Images/mirror.co.uk
6 Alasan Tingkat Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Tinggi di India

India menjadi salah satu negara paling berbahaya di dunia bagi perempuan dengan jumlah kasus kekerasan seksual dilaporkan 31 ribu lebih pada 2022.