TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional atau Lemhanas, Letnan Jenderal (purn) Agus Widjojo mengusulkan dibentuknya Kementerian Keamanan Dalam Negeri. "Saya menyarankan kementerian baru yang bernama Kementerian Keamanan Dalam Negeri," kata Agus dalam diskusi virtual, Rabu, 13 Mei 2020.
Diskusi membahas potensi tumpang tindih pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam penanganan terorisme dengan Kepolisian Republik Indonesia. Agus mengatakan kementerian yang diusulkannya bertujuan merumuskan kebijakan keamanan dalam negeri. Kebijakan itulah yang akan dijabarkan secara operasional oleh lembaga-lembaga teknis.
Menurut Agus, belum adanya lembaga yang merumuskan kebijakan keamanan dalam negeri menyebabkan belum adanya kebijakan mengenai hal itu. "Hanya apabila kita sudah punya nanti kebijakan keamanan dalam negeri, semua unsur yang terlibat bisa melaksanakan operasi secara terpadu." Kebijakan itu perlu untuk memadukan unsur-unsur dalam upaya yang komprehensif.
Agus mengatakan perumusan kebijakan ini masuk dalam portofolio Menteri Dalam Negeri atau Jaksa Agung. Namun mengingat banyaknya portofolio dua institusi, ia mengusulkan pembentukan kementerian anyar. "Dan karena masalah keamanan dalam negeri cukup kompleks dan rumit, saya menyarankan kementerian baru."
Ia mencontohkan, potensi tumpang tindih bisa terjadi antara Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Detasemen Khusus 88 Antiteror dalam penanganan terorisme. Belum lagi jika TNI dilibatkan seperti yang dicanangkan dalam Peraturan Presiden mengenai Pelibatan TNI Mengatasi Terorisme.
"Apakah sudah ada kebijakan keamanan dalam negeri oleh pemerintah?” Agus Widjojo bertanya. Apa bedanya peran Polri dan BNPT, peran BNPT dan Densus 99, apa bedanya Polri dan Densus 88, atau instansi mana saja yang melakukan deradikalisasi?