TEMPO.CO, Jakarta – Pakar epidemiologi dari Griffith University Dicky Budiman menilai wacana pemerintah melakukan relaksasi atau pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB ) harus dikaji ulang. Menurutnya wacana itu tidak didasarkan pada data-data yang teruji secara ilmiah dan transparan, sehingga dikhawatirkan bakal meningkatkan risiko penyebaran Covid-19.
Evaluasi PSBB, kata Dicky, harus didukung data valid. Terutama angka reproduksi kasus (Ro) sebelum dan sesudah intervensi. “Intervensi baru bisa dianggap berhasil jika nilai Ro semakin menurun setelah intervensi hingga mendekati nol, yang artinya tidak lagi terjadi penularan,” ujar Dicky, Senin, 11 Mei 2020.
Epidemiolog Universitas Padjajaran Bandung Panji Fortuna Hadisoemarto menambahkan keterbatasan dan keterlambatan tes spesimen membuat data yang disajikan pemerintah tidak sesuai dengan keadaan di lapangan. Sehingga, klaim PSBB berhasil menurunkan kasus Covid-19 belum terukur.
“Untuk itu, kami mendorong pemerintah harus menjadikan tes massif berbasis molekuler (PCR test) prioritas, dan segera meningkatkan jumlahnya sesuai target yang telah ditentukan,” ujar Panji.