TEMPO.CO, Jakarta -- Indonesia Ocean Justice Initiative atau IOJI menilai ada sejumlah kejanggalan terkait kasus kematian 4 orang anak buah kapal atau ABK asal Indonesia, yang bekerja di kapal berbendera Cina, Lonxiang.
IOJI mendorong investigasi dan penegakan hukum dilakukan untuk mengungkap kasus ini.
"Investigasi menyeluruh wajib dilakukan oleh pemerintah Cina dan pemerintah Indonesia untuk dapat menemukan jawaban pasti mengenai hal tersebut di atas dengan mendayagunakan ketentuan hukum mutual legal assistance atau MLA dan ekstradisi," kata Chief Executive Officer IOJI, Mas Achmad Santosa, dalam keterangan tertulis, Jumat, 8 Mei 2020.
Achmad mengatakan sampai saat ini belum diketahui secara pasti dimana lokasi kejadian meninggalnya tiga ABK itu. Hal ini membuat sulit upaya untuk menentukan patut atau tidaknya pelarungan jenazah dilakukan.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, kata Achmad, adalah apakah kapten dan awak kapal telah berupaya secara maksimal untuk dapat menyimpan jenazah dengan baik untuk dibawa ke darata.
Dan apakah pelarungan telah dilaksanakan sesuai dengan hukum International Medical Guide.
"Satu hal yang pasti, ketiadaan jenazah telah menghilangkan kesempatan untuk dapat melaksanakan otopsi, dan hal ini dapat berimplikasi pada proses penegakan hukum," kata Achmad.
Dia mengatakan hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk mengenyampingkan pelaksanaan proses penegakan hukum yang berfokus pada hal-hal yang menjadi penyebab kematian tiga ABK ini.
Beberapa di antaranya adalah bagaimana perlakuan kapten kapal terhadap para ABK, jam kerja serta jam istirahat, kelayakan makanan dan minuman yang diberikan.
Achmad juga mengatakan penyelidikan dan penyidikan wajib dilakukan paling tidak terhadap tiga agen tenaga kerja atau manning agency, yang memberangkatkan para mereka.
"Penyelidikan dan penyidikan ini patut dilaksanakan secara menyeluruh agar seluruh pihak yang terlibat tidak terlepas dari jerat hukum," kata dia. Ini bisa diberlakukan kepada pelaku fisik, badan hukum, beneficial owner, pengendali atau pejabat pemerintah dari negara pemilik kapal.