TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Charles Honoris Causa mengatakan rencana Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memanggil Duta Besar Cina untuk meminta klarifikasi kematian dan pelarungan jenazah ABK WNI di Kapal Long Xing sudah tepat. Namun Charles meminta klarifikasi itu tak menjadi prosedural diplomatik semata.
Charles mengatakan pertemuan itu harus membahas jantung persoalan, yakni dugaan kuat adanya pelanggaran hak-hak pekerja dan pelanggaran HAM di atas kapal berbendera Cina itu.
"Sebagaimana diungkap ABK WNI lain yang mengalami eksploitasi, bahkan mengarah ke perbudakan," kata Charles dalam keterangan tertulis, Jumat, 8 Mei 2020.
Charles mendesak pemerintah Indonesia mendesak pemerintah Cina menerapkan standar perlindungan pekerja dan perlindungan HAM sesuai standar universal. Cina, kata dia, juga harus mengusut tuntas dan menjatuhkan sanksi hukum pada perusahaan pemilik kapal tersebut serta memberantas praktik-praktik serupa lainnya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini pun menyarankan pemerintah RI mengangkat kasus pelanggaran HAM tersebut ke forum multilateral. Baik di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun di Organisasi Buruh Internasional (ILO).
Menurut dia, posisi Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB dan anggota Governing Body ILO perlu dimanfaatkan untuk mendorong penegakan HAM secara progresif serta penghapusan segala macam bentuk perbudakan.
"Pemerintah juga hendaknya melakukan moratorium pengiriman buruh migran Indonesia ke negara-negara yang tidak menghormati HAM dan tidak menerapkan regulasi yang melindungi hak-hak para pekerja," kata Charles. Ia berujar ini demi memastikan perlindungan terhadap WNI di luar negeri yang juga menjadi amanat konstitusi.
Warga negara Indonesia yang menjadi anak buah kapal (ABK) di Kapal Long Xin diduga mengalami pelanggaran hak pekerja dan pelanggaran HAM. Menurut video kanal berita Korea, MBC, ABK diminta bekerja 18 jam sehari. Mereka juga tak diberi minum air mineral, melainkan air laut yang difilter.
Kemenlu membantah jenazah itu dibuang, melainkan dilarung. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pelarungan jenazah itu atas persetujuan keluarga. "Keluarga sepakat menerima kompensasi kematian," kata Retno dalam konferensi pers daring, Kamis, 7 Mei 2020.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | DEWI NURITA