TEMPO.CO, Jakarta - Tiga anak buah kapal atau ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal berbendera Cina meninggal dalam sebuah pelayaran dan dikabarkan jenazah mereka dibuang ke laut.
Berita tiga ABK Indonesia dibuang ke laut tanpa prosedur penanganan yang layak pertama kali ditayangkan MBC, stasiun televisi terestrial di Korea Selatan, pada 5 Mei 2020.
Kementerian Luar Negeri RI bereaksi. Kemenlu membantah berita MBC.
Menurut Kemenlu ABK Indonesia yang meninggal tadi tidak dibuang, melainkan dilarung alias dihanyutkan di laut.
Tindakan melarung jenazah ABK WNI disebut telah disetujui keluarga ketiga almarhum.
Berikut ini sejumlah fakta tentang polemik tiga ABK WNI yang wafat di kapal Cina:
1. Dikabarkan disiksa, lalu dibuang
Berdasarkan ulasan kanal Youtube Korea Reomit milik Jang Hansol, warga Korsel yang fasih berbahasa Indonesia, ketiga ABK itu diduga lebih dulu disiksa sebelum tewas dan dibuang. Ulasan itu berdasarkan terjemahan dari berita MBC.
Salah satu bentuk penyiksaan, menurut Hansol, ABK Indonesia hanya diperkenankan meminum air laut. Mereka juga harus berdiri terus-menerus saat bekerja. Sebelum meninggal, mereka mengeluhkan gejala sakit yang sama.
2. ABK WNI dikabarkan terima gaji Rp 1,7 juta
Berdasarkan investigasi MBC, ABK Indonesia tak hanya mengalami penyiksaan. Namun juga dibayar hanya Rp 1,7 juta alias US$ 120 per bulan.
Menurut pengakuan salah satu ABK kepada media tersebut para ABK Indonesia diwajibkan bekerja 30 jam dan diselingi waktu istirahat hanya 6 jam.
2. ABK bekerja di Kapal Long Xin
Kementerian Luar Negeri RI membenarkan kematian ABK. Long Xin 629 dan 605 adalah kapal pencari ikan.
Kapal dijadwalkan mendarat di Busan, Korsel pada 14 April 2020. Dalam kapal itu dilaporkan ada delapan ABK asal Indoneisia.
Dilaporkan pula ada WNI lain yang meninggal. Pada 26 April 2020, KBRI di Seoul menerima informasi bahwa seorang ABK berinisial E.P dari kapal Long Xin 629 sakit.
3. Cina Diminta investigasi
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meminta Pemerintah Cina melakukan investigasi lebih lanjut kasus tersebut. Retno menekankan Kemenlu RI akan mengawasi penyelesaian kasus dan meminta dukungan Pemerintah Cina untuk membantu agar perusahaan kapal bertanggungjawab terhadap hak-hak ABK.
4. Kemenlu tegaskan ABK dilarung
Kemenlu RI mengkonfirmasi bahwa tiga ABK WNI di kapal Cina bukan dibuang ke laut, melainkan dilarung.
"Pelarungan jenazah dilakukan di perairan yang masuk wilayah kerja KBRI Selandia Baru. Kemudian, KBRI Beijing menindaklanjuti dengan pemerintah setempat dan KBRI Seoul yang mengurusi penanganan ABK Indonesia, termasuk pemulangan," ujar Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizayah pada Rabu lalu, 6 Mei 2020.
ABK yang dilarung adalah AR. Ia sebelumnya sakit di Long Xin 629 dan dipindahkan ke Tian Yu 8 untuk diantarkan berobat. Namun, di perjalanan AR meninggal di kapal itu, tepatnya pada 26 Maret 2020.
Jenazah AR dilarung di laut pada 31 Maret 2020. Sebelum itu, dua awak lainnya juga meninggal saat berlayar di Samudra Pasifik pada Desember 2019. Keduanya pun diarung.
Keputusan untuk melarung jenazah ABK diambil oleh kapten kapal karena almarhum diduga menderita penyakit menular.
5. Pelarungan jenazah disetujui keluarga
Menteri Retno menjelaskan bahwa pelarungan jenazah ABK Indonesia sudah disetujui oleh pihak keluarga. Dia memperoleh informasi itu dari KBRI setempat.
"Pihak kapal telah memberi tahu keluarga dan mendapatkan surat persetujuan pelarungan jenazah di laut," katanya.
Keluarga almarhum pun, menurut Retno, telah menerima kompensasi kematian dari Kapal Tian Yu 8.