TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, opsi memajukan libur Lebaran ke Idul Adha dibuka dengan asumsi pandemi Covid-19 mereda pada akhir Juni.
"Jika memakai asumsi puncak wabah terjadi pada akhir Mei dan setelah itu akan menurun. Sehingga, akhir Juni wabah sudah bisa diatasi," ujar Muhadjir lewat pesan singkat, Senin, 4 Mei 2020.
Baca Juga:
Muhadjir mengatakan, tentu banyak variabel yang yang mempengaruhi tepat tidaknya asumsi itu. Terutama, tingkat kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan. "Tapi kami optimis, mudah-mudahan Juni sudah reda," katanya.
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penangangan Covid-19, Doni Monardo mengatakan, usul menggeser cuti Lebaran ke Idul Adha ini awalnya disampaikan oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Senin, 4 Mei 2020.
Lalu, Presiden Jokowi meminta usul tersebut dikaji dan dipertimbangkan. “Jadi, ada dua opsi mengganti cuti Lebaran, yakni akhir Juli bertepatan Idul Adha dan akhir tahun atau Desember. Ini akan dikaji KSP,” ujar Doni usai mengikuti rapat terbatas dengan presiden, Senin, 4 Mei 2020.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian mengatakan, usul tersebut disampaikan setelah KSP mengkaji beberapa model yang dibuat oleh sejumlah lembaga. Kajian tersebut menunjukkan tren laju penyebaran Covid-19 membaik alias turun.
“Kami melihat ada kemungkinan ini akan segera melandai, tapi kan belum bisa dipastikan. Jadi, ini masih usul yang dalam prosesnya masih melihat dinamika di lapangan,” ujar Donny saat dihubungi Tempo pada Senin, 4 Mei 2020.
Jika penyebaran Covid-19 masih tetap tinggi, kata Donny, maka cuti Lebaran tetap berlaku pada Desember. “Tapi kalau ini bisa lebih cepat, artinya kalau bulan Mei dan Juni ada kemajuan yang signifikan, ya bulan Juli bisa jadi satu opsi cuti Lebaran,” ujar dia.