TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat terorisme Khairul Fahmi menilai karier panjang Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar di bidang hubungan masyarakat berguna ketika menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Menurutnya kepiawaian komunikasi Boy bisa dipakai untuk menyampaikan informasi mengenai terorisme yang kadang sensitif.
“Itu saya kira bisa diharapkan menjadi nilai tambah. Selama ini BNPT tidak banyak bersuara, sekalinya bersuara malah jadi polemik,” kata Khairul ketika dihubungi, Jumat, 1 Mei 2020.
Boy resmi mendapatkan penugasan baru menjadi Kepala BNPT menggantikan Komisaris Jenderal Suhardi Alius yang memasuki masa pensiun. Pernyataan Boy kerap dikutip media massa ketika menjabat sebagai Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya pada 2008. Selanjutnya, ia menjabat sebagai Kepala Bagian Penerangan Umum Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri.
Pada 2014, Boy mendapat tugas baru sebagai Kapolda Banten dan kembali ke Mabes Polri sebagai Kepala Divisi Humas. Sempat promosi sebagai Kapolda Papua, jabatan terakhir Boy sebelum menjabat Kepala BNPT ialah Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri pada 2018.
Meski banyak menjabat di bidang humas, Khairul mengatakan Boy punya latar belakang penanggulangan terorisme. Ia menyebut pria kelahiran Padang pada 1965 itu masuk dalam gelombang pertama polisi yang direkrut ke dalam Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
Menurut Khairul latar belakang antiteror plus karier kehumasan dan popularitas Boy dapat menjadi modal untuk menggalang dukungan terhadap ide pemberantasan terorisme yang bakal disodorkan. Ia mengatakan pekerjaan terbesar Boy sebagai Kepala BNPT ialah aspek pencegahan dan rehabilitasi. Ia berharap Boy dapat mengikis kesan pejabat kepolisian yang selalu mengutamakan aspek penindakan dalam penanggulangan terorisme.
“Saya harap Boy tidak menawarkan gagasan yang muluk-muluk, tapi juga tidak melulu mengusung pendekatan keras ala Densus 88,” kata Khairul.