TEMPO.CO, Jakarta -Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjelaskan alasannya memerintahkan pembebasan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy alias Romy dari rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi. PN Jakarta Pusat menyatakan Rommy telah menjalani hukuman satu tahun penjara seperti vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
“Demi hukum harus keluar, karena pidana 1 tahun sudah sama dengan masa tahanan yang dilalui,” kata Humas PN Jakarta Pusat Makmur, Kamis, 30 April 2020.
KPK resmi membebaskan Romy dari rutan pada 29 April 2020. KPK menyatakan mendapatkan surat perintah pembebasan dari PN Jakarta Pusat. "Maka KPK tak punya pilihan lain sehingga harus mengeluarkan terdakwa dari tahanan,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Rabu, 29 April 2020.
Ali berujar, sebelumnya KPK telah mengajukan kasasi terhadap vonis satu tahun penjara Romy di tingkat banding pada Senin, 27 April 2020. Ketika kasasi diajukan, maka keputusan penahanan ada di Mahkamah Agung. Dia bilang aturan memperbolehkan MA untuk memperpanjang penahanan Romy demi keperluan pemeriksaan kasasi.
MA pada akhirnya menerbitkan penetapan penahanan Romy di dalam rutan paling lama 50 hari terhitung sejak KPK mengajukan kasasi. Dalam surat pengantar dari MA ke PN Jakarta Pusat, tercantum keterangan bahwa masa tahanan Romy telah berakhir pada 28 April 2020.
Masa tahanan itu sesuai dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memangkas hukuman Romy dari 2 tahun menjadi 1 tahun penjara. Karena itu, dalam surat pengantarnya, MA mencantumkan klausul bahwa PN Jakarta Pusat dapat membebaskan Romy pada 29 April 2020.
Pengacara Romy, Maqdir Ismail, mengatakan keputusan MA membebaskan kliennya sudah tepat. Menurut dia, Romy telah menjalani masa hukuman sesuai vonis Pengadilan Tinggi. “Kami ingin mengajak semua pihak untuk percaya proses hukum yang dijalankan secara baik dan benar,” kata dia.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi Feri Amsari mengkritik keputusan pembebasan Romy. Menurut dia, putusan itu ironis dan menjadi pil pahit bagi pemberantasan korupsi. “Putusan MA menyedihkan,” ujar dia.
ROSSENO AJI | FIKRI ARIGI