INFO NASIONAL — Pembelajaran daring selama masa darurat Covid-19 tak semata bermodalkan telepon pintar atau komputer jinjing. Paket data untuk terkoneksi dalam jaringan Internet merupakan keniscayaan. Banyak guru mengeluhkan pembelian data Internet yang cukup menguras kantong.
Ermita, Kepala SMAN 12 Pekanbaru, mendengar keluh kesah tersebut dari 29 guru honorer di sekolahnya. “Ya, mereka mengaku terbebani dengan biaya pulsa serta kuota Internet. Tapi sekarang dengan Permendikbud yang baru kami merasa terbantu, terutama untuk guru-guru honorer di sekolah kami,” cerita Ermita saat dihubungi dari Jakarta, 29 April 2020.
Baca Juga:
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis BOS Reguler, ujar Ermita, menjadi jawaban atas sejumlah persoalan yang mengemuka di sekolah. Terutama di Pasal 9A yang menyebutkan bahwa selama masa penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19, sekolah dapat menggunakan dana BOS Reguler untuk pembiayaan langganan daya dan jasa seperti pembelian pulsa, paket data, hingga layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan peserta didik.
“Sekolah kami libur sejak 16 Maret dan sudah satu bulan proses pembelajaran pakai sistem daring,” kata Ermita. Semenjak itu, wali kelas memberi penugasan dan mengumpulkan jawaban soal melalui aplikasi pesan (WhatsApp), pos-el, atau tatap muka daring menggunakan Zoom dan Edmodo.
Kebutuhan paket data yang cukup tinggi membuat Ermita juga memikirkan 55 siswa dari keluarga ekonomi lemah. Kendati wali kelas memastikan semua murid memiliki gawai, kebutuhan paket data yang lumayan tinggi tidak boleh menghambat keberlangsungan kegiatan pembelajaran.
Baca Juga:
“Karena itu, untuk siswa yang tak mampu, saya sudah anggarkan untuk membelikan mereka paket data Internet. Ya, sudah saya sampaikan data siswa ke wali kelas, kami pastikan siswa yang tak mampu akan mendapat bantuan,” janji Ermita.
Sedikit berbeda, Kepala SMPN 9 Pekanbaru Ernidalisma mengaku saat ini masih fokus memenuhi kebutuhan paket data dan pulsa untuk guru. “Untuk guru saja dulu, terutama guru honor. Ya, sekarang kami masih pelajari dan pikirkan anggaran kuota untuk siswa,” ujar Erni.
Berlokasi di Jl Imam Munandar, Tengkareng Timur, Pekanbaru, Erni menyebut SMPN 9 berada di wilayah pinggir kota, atau sub-urban. Selain kelas reguler, sekolah ini juga menyelenggarakan SMP Terbuka dengan jam belajar siang hingga sore. Siswanya mayoritas dari keluarga berpenghasilan harian. “Ada murid yang pagi kerja di tempat cuci honda (motor) dan anak panti asuhan, setelah itu baru sekolah. Jadi banyak sekali dari eknomi tak mampu, walau tak sampai 50 persen dari jumlah siswa di SMP kami,” kata kepala sekolah yang memiliki total 1.237 siswa.
Kebijakan tiap sekolah berbeda, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. Permendikbud Nomor 19 memberi keleluasaan mengatur penggunaan dana BOS Reguler, tanpa mengesampingkan pertangungjawaban. Sekolah diberi hak otonomi dan fleksibilitas, sebagaimana ditegaskan Hamid Muhammad selaku Plt Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah. “Kita menyerahkan kepada kepala sekolah untuk mengatur penggunaannya sesuai keperluan sekolah masing-masing,” katanya beberapa hari lalu. (*)
