TEMPO.CO, Jakarta - Ketua KPK (Komisi Pemberatasan Korupsi) Firli Bahuri mengatakan dari empat celah korupsi dalam penanganan wabah Covid-19 yang paling rawan adalah program jaring sosial atau bantuan sosial dan pengadaan barang/jasa.
Dia menerangkan bahwa KPK mengidentifikasi titik rawan dalam pembagian bansos adalah pada pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasannya.
Menurut Firli Bahuri, upaya KPK untuk mencegah terjadinya korupsi di sektor salah satunya dengan mendorong keterbukaan data.
“Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial harus dijadikan rujukan pendataan di lapangan,” kata ketua KPK Firli Bahuri lewat keterangan tertulisnya pada Rabu, 29 April 2020.
Mengenai titik rawan pada proses pengadaan barang dan jasa, Firli menerangkan, adalah kemungkinan terjadi kolusi, penggelembungan harga, kickback, konflik kepentingan, dan kecurangan.
Firli Bahuri menuturkan untuk mencegah terjadinya korupsi di sektor belanja KPK telah melayangkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 kepada Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dan kepala daerah.
Surat tersebut berisi anjuran dan tata cara pengadaan barang dan jasa selama masa darurat Covid-19.
Firli menerangkan dua celah lainnya adalah sumbangan dari pihak ketiga dan realokasi anggaran.
Menurut dia, potensi kerawanan dalam sumbangan masyarakat ada pada pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan dan penyelewengan bantuan.
Realokasi anggaran Covid-19 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta belanja daerah juga rawan dikorupsi, terutama dalam alokasi sumber dana dan pemanfaatan anggaran.
Firli berjanji KPK akan rajin memantau rencana realokasi anggaran ini di setiap kementerian dan lembaga.