TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Sarman Simanjorang, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja, mengatakan investor mengeluhkan masalah regulasi dan perizinan yang bertele-tele.
"Kita tahu selama ini apa yang disampaikan investor adalah masalah regulasi. Regulasi dan perizinan yang bertele-tele. Ketika investor sudah dapat karpet merah dari pemerintah pusat, begitu ke daerah tidak jelas," kata Sarman dalam RDPU yang disiarkan secara daring, Senin 27 April 2020.
Menurut Sarman, aspek kemudahan berusaha Indonesia masih jauh dari negara-negara di Asia Tenggara. Indonesia berada di peringkat 73 dari 190 negara. Jauh lebih rendah dari Singapura, Malaysia, Thailand, dan mendekati Vietnam.
Ditambah dengan pandemi covid-19 saat ini, menurut Sarman dunia usaha porak poranda. Bukan hanya UMKM namun usaha besar pun rontok. Sektor manufaktur, jasa, hotel, restoran, transportasi, kata dia, mengalami penurunan omzet yang besar.
Karena itu ia meminta agar Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja bisa disahkan sebelum pandemi covid-19 berakhir. Ia percaya beleid omnibus law ini dapat mendatangkan investasi agar para pengusaha memiliki modal untuk menggerakkan ekonomi.
"Untuk mendatangkan investasi ke Indonesia RUU Kemudahan Berusaha dan Investasi ini disahkan secepatnya. Menurut kami sebelum covid-19 berakhir sudah harus disahkan agar kami punya modal besar untuk memulai menggerakan ekonomi dan memasuki era baru investasi Indonesia," tuturnya.