TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md. menganggap wajar jika masyarakat membela peneliti Ravio Patra atas dugaan menyiarkan informasi memprovokasi keonaran.
Menurut Mahfud Md., dalam kasus itu aparat Kepolisian semestinya berhati-hati dan menahan diri sebelum menangkap orang. Apalagi, ada dugaan akun WhastApp Ravio diretas.
"Saya tidak menyalahkan masyarakat yang ramai-ramai membela Mas Ravio," ujar Mahfud lewat keterangannya hari ini, Sabtu, 25 April 2020.
Dia menuturkan peristiwa yang menimpa Ravio Patra harus menjadi pelajaran bagi aparat untuk menahan diri sebelum ditemukan bukti tindak pidana yang kuat.
Kalau tidak ada bukti kuat, Mahfud Md. berpendapat, anggap saja tindakan seseorang sebagai kritikan.
"Tapi kalau membahayakan, ya, pancing dulu siapa yang buat (tindak pidana)," ujar bekas Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Masukan bagi Ravio Patra dan para aktivis, Menurut Mahfud, harus hati-hati menjaga handphone masing-masing agar tidak bisa diretas.
Dia mengatakan biasanya orang-orang yang brutal meretas alat komunikasi orang lain jika ingin menyembunyikan diri.
Ravio Patra dicokok polisi Polda Metro Jaya pada Rabu, 22 Maret 2020. Dia dilepaskan pada Jumat pagi, 24 April 2020, sekitar pukul 08.30 WIB setelah diperiksa selama 33 jam.
Polisi tidak mendetailkan ihwal kelanjutan pengusutan kasus itu.
Direktur Eksekutif Safenet Damar Juniarto mengatakan akun WhatsApp milik Ravio diretas oleh orang lain sebelum terjadi penangkapan.
Selama aplikasi percakapan itu diretas, pelaku menyebarkan pesan palsu berisi sebaran provokasi.
Bunyi pesannya ialah:
"KRISIS SUDAH SAATNYA MEMBAKAR!
AYO KUMPUL DAN RAMAIKAN 30 APRIL AKSI PENJARAHAN NASIONAL SERENTAK, SEMUA TOKO YG ADA DIDEKAT KITA BEBAS DIJARAH".