TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Rachland Nashidik mengatakan pernyataan Presiden Joko Widodo yang membedakan makna antara mudik dan pulang kampung sesungguhnya menunjukkan strategi keamanan pemerintah yang menghalalkan segala cara. Menurut dia, Jokowi ingin mengamankan kedudukannya dari kemungkinan letupan sosial akibat banyaknya warga yang kehilangan pekerjaan dan susah makan di tengah pandemik Covid-19.
Pulang kampung yang dimaksud Jokowi, kata Rachland, harus diizinkan bahkan didorong untuk mengurangi konsentrasi rakyat miskin kota di Jakarta. "Dengan cara itu, masalah dikeluarkan dari Jakarta. Berpindah ke daerah yang tiba-tiba harus menampung mereka dan menanggung potensi masalah sosial berikut risiko penyebaran virusnya," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis, 23 April 2020.
Dalam wawancaranya dengan Najwa Shihab di salah satu stasiun televisi kemarin malam, Jokowi mengartikan mudik sebagai mobilitas penduduk Ibu Kota ke daerah dalam rangka Idul Fitri. Rachland menilai frasa mudik versi Jokowi ini merujuk pada kelas menengah.
Sementara arti pulang kampung, Jokowi menjelaskannya dengan kondisi penduduk yang kembali ke daerah karena kehilangan pekerjaan. Menurut Rachland, hal ini mengacu pada penduduk miskin kota. Politikus Partai Demokrat itu menduga Jokowi mendapat informasi tentang potensi letupan sosial politik imbas kesulitan ekonomi di masa pandemi ini. Letupan ini, kata dia, mengancam kekuasaan Jokowi.
Dari pernyataan Jokowi itu, Rachland menilai pemerintah tidak mampu menanggung biaya finansial yang sangat besar dalam menghadapi pandemik dan akibat ekonominya. Secara implisit, hal itu tergambar dari jawaban Jokowi saat memilih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bukan karantina wilayah.
"Demikianlah mengapa Presiden membedakan "mudik" dari "pulang kampung". Dari situ kami bisa melihat cara berpikirnya. Masalahnya adalah kesehatan. Pendekatannya keamanan. Dasarnya ekonomi. Tujuannya melindungi kekuasaan," ujar Rachland.
AHMAD FAIZ