TEMPO.CO, Jakarta - Sosiolog Arief Budiman wafat pada siang ini, Kamis, 23 April 2020, dalam usia 81 tahun. Dia kakak aktivis Universitas Indonesia Angkatan 1966, almarhum Soe Hok Gie.
Arief Budiman lahir pada 3 Januari 1939 dengan nama Soe Hok Djin. Ayahnya seorang wartawan bernama Soe Lie Piet.
Baca Juga:
"Selamat jalan, kawan lama dan rekan sejawat, Arief Budiman, Terima kasih atas apa yang telah engkau sumbangkan ke Indonesia," kata Sosiolog Ariel Heryanto lewat akun Twitternya pada Kamis, 23 April 2020.
Di ranah pendidikan, Arief Budiman pernah memperdalam Ilmu Pendidikan di College d'Europe, Brugge, Belgia, pada tahun 1964. Ia juga menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi UI pada 1968.
Arief kuliah lagi di Paris pada 1972 lalu meraih gelar Doktor Sosiologi dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, pada 1980.
Kembali dari Harvard, Arief mengajar di UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana), Salatiga, pada 1985-1995.
Ketika UKSW dilanda kemelut pemilihan rektor, ia melakukan mogok mengajar lalu dipecat dan akhirnya hengkang ke Australia.
Di sana, dia menerima tawaran menjadi profesor di Universitas Melbourne.
Arief Budiman pernah menjadi Redaktur Majalah Horison pada 1966-1972. Lalu, pada 1972-1922, ia menjadi anggota Dewan Penasihat Majalah Horison.
Arief juga pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta pada 1968-1971, serta menjadi anggota Badan Sensor Film (BSF) pada 1968-1971.
Sejak mahasiswa Arief Budiman aktif menjadi aktivis di masa pemerintahan Presiden Sukarno. Demikian pula adiknya, Soe Hok Gie.
Dia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan pada 1963 untuk menentang LEKRA yang dekat dengan PKI dan dianggap memasung kreativitas seniman.
Kendati ikut menumbangkan melahirkan Orde Baru setelah Sukarno dijatuhkan, Arief Budiman akhirnya bersikap sangat kritis terhadap pemerintahan Presiden Soeharto.
Pada Pemilu 1973, Arief dan kawan-kawannya mencetuskan Golput atau Golongan Putih, istilah politik yang sangat terkenal hingga sekarang.
Golput adalah tandingan Golkar, salah satu pilar politik Orde Baru. Golkar (yang kini menjadi Partai Golkar) kala itu dianggap membelokkan cita-cita awal Orde Baru untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis.
Sebelumnya, pada 1972, Arief Budiman ditahan karena terlibat demonstrasi menentang pendirian Taman Miniatur Indonesia Indah (TMII) yang disebut proyek mercusur Ibu Negara Tien Soeharto.