TEMPO.CO, Jakarta-Akademikus Universtas Trisakti Abdul Ficar Hadjar menilai tak terbukanya proses seleksi internal jabatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai akibat lembaga tersebut tidak lagi independen.
“Paradigmanya berubah, bukan lagi independen tapi lembaga bagian dari pemerintah. Bahkan sudah menjadi lembaga pencari nafkah,” kata Ficar dalam diskusi ICW melalui telekonferensi, Rabu, 22 April 2020.
Menurut Ficar KPK saat ini sudah berubah karena adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang menggantikan UU KPK yang lama. Lembaga antirasuah itu tidak lagi independen karena menjadi bagian eksekutif dan di bawah presiden, serta pegawainya berstatus aparatur sipil negara (ASN).
Ficar menceritakan bahwa ia pernah terlibat menjadi penguji dalam proses rekrutmen jabatan Deputi Penindakan KPK di bawah pimpinan Taufiequrachman Ruki. KPK saat itu, kata dia, masih menjadi lembaga independen. Seleksi pun dilakukan melalui program Indonesia Memanggil yang terbuka bagi setiap orang.
Adapun dalam proses seleksi yang sekarang, Ficar mengaku tak mengetahui rekrutmen tersebut hanya untuk kalangan ASN atau terbuka bagi kalangan independen. Sebab, orang-orang yang mengisi jabatan tersebut merupakan ASN.
Misalnya, Direktur Standarisasi Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Mochamad Hadiyana terpilih menjadi Deputi Informasi dan Data. Adapun posisi kepala biro hukum diisi oleh jaksa fungsional pada Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung Ahmad Burhanudin. Karena prosesnya tidak terbuka, Ficar menilai orang-orang yang berminat kerja di KPK pun tidak tahu lagi ke mana harus mendapatkan informasi.
FRISKI RIANA