TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai Presiden Jokowi gagal menyelesaikan kasus narkotika meski memberlakukan hukuman mati.
“Pak Jokowi atau siapapun rezimnya menggunakan hukuman mati dengan alasan bisa menyelesaikan masalah narkotika,” kata Erasmus dalam diskusi Prospek Penghapusan Hukuman Mati di Indonesia yang disiarkan di akun Youtube Amnesty Internastional Indonesia, Selasa, 21 April 2020.
Erasmus menjelaskan Jokowi pernah menyebut bahwa pecandu narkotika harus direhabilitasi. Nyatanya, 20 persen penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) dalam perkara narkotika merupakan pengguna dan pecandu.
Data ICJR per September 2019 menunjukkan ada 44.922 pengguna narkotika di penjara. “Angka ini melonjak."
Menurut Erasmus, salah satu penyebabnya adalah kegagalan Undang Undang Narkotika dalam mengklasifikasi pengguna, pecandu, dan bandar.
Baca Juga:
Dia juga menunjukkan data tren kejahatan di Indonesia yang menurun. Namun, satu-satunya tren yang naik hanya kejahatan narkotika.
Data per Februari 2020 menyebut, 95 persen warga binaan pemasyarakatan (WBP) di lapas terjerat kasus narkotika.
Dia pun berpendapat hukuman mati nyatanya tak efektif menghilangkan kasus narkotika.
"Itu menunjukkan negara mengakui mereka gagal," ucap Erasmus.