TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung menyatakan tengah membuat pedoman pemidanaan bagi koruptor. Pedoman tersebut akan digunakan para hakim dalam memutus perkara korupsi.
“Sedang proses diskusi atau perumusan,” Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah hari ini, Senin, 20 April 2020.
Abdullah tak menjelaskan detail mengenai apa saja isi dari rumusan yang tengah digodok lembaganya tersebut.
Ia justru mengatakan proses perumusan mungkin melambat karena pandemi Covid-19. “Materinya mungkin berkembang atau semakin berkurang."
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan pernah diundang MA untuk membahas rumusan pedoman pemidanaan.
Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri pun mengatakan KPK juga tengah menyusun pedoman penuntutan terhadap terdakwa perkara korupsi. Pedoman itu dibuat agar tidak terjadi kesenjangan tuntutan pidana di antara para terdakwa.
“Setidaknya akan mengurangi disparitas tuntutan pidana, khususnya pidana badan,” katanya.
Ali berharap MA menerbitkan pedoman sebagai standar bagi hakim dalam memutus perkara korupsi. “Agar ada sinergi (dengan KPK)."
Baik Abdullah maupun Ali menanggapi kritik Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa selama 2019 tuntutan dan vonis bagi koruptor tergolong ringan.
ICW menyebut dari 911 terdakwa yang diadili, 604 di antaranya dituntut hukuman rendah oleh Jaksa, yaitu di bawah 4 tahun penjara.
Adapun di KPK, dari 197 terdakwa perkara korupsi, 51 di antaranya dituntut ringan.
Koruptor yang ditangani Kejaksaan rata-rata divonis 2 tahun 5 bulan penjara. Sedangkan koruptor yang ditangani KPK rata-rata divonis 4 tahun 1 bulan penjara.