TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi tengah menyusun pedoman penuntutan terhadap terdakwa perkara korupsi. Pedoman itu dibuat agar tidak terjadi disparitas tuntutan terhadap para terdakwa. “Dari awal kami memang konsen untuk membuat pedoman penuntutan itu,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, Ahad, 19 April 2020.
Selain pedoman penuntutan, Ghufron mengatakan lembaganya juga sedang membuat satuan tugas tindak pidana pencucian uang dan satgas case building. Kedua satgas itu dibentuk agar tujuan utama penindakan korupsi di era kepemimpinannya bisa tercapai, yaitu mengembalikan kerugian negara.
Pelaksana Tugas Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan pedoman penuntutan dibuat untuk semua kategori tindak pidana korupsi yang ada dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan TPPU. Pedoman itu akan menekankan pertimbangan yang lebih obyektif dalam membuat tuntutan. “Dalam mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan hukuman,” kata dia.
Ali mengatakan pihaknya juga meminta Mahkamah Agung menerbitkan pedoman pemidaan sebagai standar untuk majelis hakim dalam memutus perkara korupsi.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch menyatakan selama 2019 tuntutan dan putusan pengadilan terhadap koruptor tergolong ringan. ICW menyebut dari 911 terdakwa yang diadili, sebanyak 604 dituntut rendah yaitu di bawah empat tahun. Di KPK, dari 197 terdakwa, 51 di antaranya dituntut ringan.
Koruptor yang ditangani oleh kejaksaan rata-rata divonis 2 tahun 5 bulan. Sedangkan yang ditangani KPK rata-rata 4 tahun 1 bulan.