TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunanl Dewan Perwakilan Rakyat Achmad Baidowi berharap Mahkamah Konstitusi memprioritaskan permohonan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19.
"Sehingga nanti ketika pembahasan di DPR bisa mengacu pada putusan MK," kata Baidowi melalui pesan singkat, Sabtu malam, 18 April 2020. Meski begitu, Baidowi mengatakan kewenangan ada di MK.
Baidowi mengatakan permohonan uji materi Perpu Covid-19 itu merupakan hak konstitusional warga. Ia mengatakan DPR pun tengah mengkaji Perpu itu.
Sejumlah tokoh yang mengajukan uji materi Perpu Nomor 1 Tahun 2020 ke MK di antaranya politikus senior Partai Amanat Nasional Amien Rais, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Sri Edi Swasono, eks Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua, dan lainnya.
Pemohon mempersoalkan Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, 2, dan 3; Pasal 27, dan Pasal 28. Pemohon meminta ketiga pasal ini dibatalkan karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan tak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Achmad Baidowi juga menyoroti Pasal 27 Perpu yang disebutnya sebagai 'pasal kebal hukum'. Ketentuan itu menyatakan bahwa pelaksana perpu tak bisa digugat secara pidana maupun perdata jika dalam melaksanakan perpu berdasarkan itikad baik. Selain itu, Baidowi juga menyoroti Pasal 12 yang mendelegasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dalam peraturan presiden.
Pemerintah mengajukan Perpu tersebut ke DPR pada 2 April lalu atau di awal masa persidangan III. Menurut Baidowi, merujuk Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Perpu baru dapat dibahas di masa sidang mendatang.
Pasal 52 ayat (1) UU 12 Tahun 2011 itu menyatakan bahwa Perpu harus diajukan ke DPR dalam masa persidangan berikut. Dalam Penjelasan disebutkan, masa persidangan berikut adalah masa sidang pertama setelah Perpu ditetapkan.
DPR hanya memiliki dua pilihan atas Perpu tersebut, yakni menerima atau menolak. Jika DPR menerima, Perpu otomatis menjadi undang-undang. Sebaliknya bila DPR menolak, maka yang berlaku adalah ketentuan sebelum Perpu itu ditetapkan. "Jika ditolak, Perpu tetap sah sejak diterbitkan hingga ada keputusan penolakan," ujar Baidowi.
Baidowi belum menjelaskan sikap fraksinya terhadap Perpu Covid-19 dengan adanya dua pasal yang dia soroti itu. "Kami masih melakukan kajian mendalam."