TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi mengatakan akan menerapkan pengawasan ketat dalam program bantuan langsung tunai (BLT) untuk warga desa terdampak Covid-19. Dia mengatakan, mekanisme pengawasan tengah disusun untuk memastikan program BLT berjalan tepat sasaran dan efektif.
"Supaya program yang didorong Presiden Jokowi ini tepat sasaran dan tidak dimanfaatkan oleh penumpang gelap," kata Budi dalam keterangan tertulis, Sabtu, 18 April 2020.
Budi pun meminta pemerintah daerah, kepala desa, perangkat desa, pendamping desa hingga masyarakat aktif mengawasi pelaksanaan program tersebut. Ia berpesan agar pihak-pihak itu melapor jika menemukan kejanggalan-kejanggalan di lapangan.
Budi juga mewanti-wanti agar tak ada yang memanfaatkan wabah Covid-19 untuk kepentingan pribadi, termasuk mempermainkan dana BLT. "Kami berharap tidak ada temuan-temuan dan kasus hukum untuk program ini," ujar dia.
Program BLT merupakan salah satu jaring pengaman sosial (social safety net) untuk warga desa terdampak Covid-19. Tujuannya ialah membantu menjaga daya beli masyarakat desa yang ekonominya terpukul oleh pandemi.
Dana BLT bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp 22 triliun. Anggaran ini diambil dari sebagian Dana Desa tahun 2020 yang totalnya Rp 72 triliun.
Setiap kepala keluarga masyarakat miskin di desa akan mendapatkan BLT sebesar Rp 600 ribu per bulan, selama tiga bulan dari April hingga Juni. Ada sekitar 12 juta keluarga yang akan menjadi penerima manfaat program ini.
Budi Arie mengatakan, saat ini pemerintah sedang melakukan pendataan ihwal warga desa yang berhak mendapat BLT. Merujuk Surat Edaran Menteri Desa Nomor 8 Tahun 2020, pendataan dilakukan oleh Relawan Desa Lawan Covid-19.
"Jangan sampai tumpang tindih dengan program PKH, Bantuan Tunai Non Pangan agar tetap sasaran," kata Budi.