Di samping Arteria, ada percakapan dan pesan pendek dua orang yang diduga Hasto dan Karyoto. Pembicaraan keduanya mengenai pertemuan Abraham Samad dengan Jokowi menjelang pemilihan presiden di Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta, 3 Mei 2014.
Topik lain yang dibicarakan adalah rencana pertemuan mereka di Hotel Oakwood di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Karyoto tak menyangkal pembicaraannya dengan Hasto, namun mempersoalkan penyadapan itu. “Itu sudah melanggar aturan. KPK sewenang-wenang menyadap. Apa ada kasus korupsi yang disadap?” kata Karyoto dikutip dari Majalah Tempo, edisi 9 Juli 2015.
Sementara Hasto menjelaskan, pertemuannya dengan Karyoto di Hotel Oakwood membahas tulisan Sawito Kartowibowo di situs Kompasiana berjudul “Rumah Kaca Abraham Samad”. Tulisan itu membahas soal dugaan pertemuan Hasto dan Samad di Capitol Residence. Hasto mengatakan bertemu untuk memberi keterangan sebagai saksi pelaporan tulisan itu.
Di awal masa kepemimpinan Agus Rahardjo cs, Karyoto juga sempat mendaftar menjadi Direktur Monitor KPK. Pencalonannya itu ditentang kalangan internal KPK. Salah satu alasannya, Karyoto sempat masuk radar Kuningan (lokasi kantor KPK) dalam perseteruan KPK dan Polri dalam kasus Budi Gunawan. Ia gagal dalam seleksi ini.
Di masa kepemimpinan Firli Bahuri cs, Karyoto yang telah menjabat Wakil Kepala Kepolisian DIY, kembali mencalonkan diri untuk posisi yang lebih tinggi, yakni Deputi Penindakan KPK. Posisi ini sangat penting karena akan membawahkan seluruh aspek penindakan komisi antikorupsi. Mengikuti proses seleksi sejak awal Maret 2020, Karyoto dipilih Ketua KPK Firli Bahuri dkk untuk posisi tersebut.
Firli dalam sambutan acara pelantikan pada 14 April 2020 meminta agar pejabat yang baru memprioritaskan pemberantasan korupsi di sektor yang yang memiliki dampak pada perekonomian negara. Ia berpesan penegakan hukum tak menimbulkan kegaduhan. “Penegakan hukum harus mengagungkan kesejahteraan rakyat Indonesia dan jauh dari kegaduhan,” kata Firli.
MAJALAH TEMPO | ANDITA RAHMA