TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik menilai pelatihan online dalam program Kartu Prakerja yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah kebijakan tercela. Program Kartu Prakerja ini dianggarkan sebesar Rp 20 triliun, sebesar Rp 5,6 triliun di antaranya untuk pelatihan online.
"Menurut saya itu kebijakan tercela dan harus segera diperbaiki," ujar Rachland kepada wartawan, Rabu, 15 April 2020.
Kartu Prakerja ini merupakan janji kampanye Jokowi di pemilihan presiden 2019. Namun kini menjadi salah satu insentif jaring pengaman sosial untuk masyarakat yang terdampak penyebaran Covid-19.
Rachland membeberkan dua alasannya. Pertama, ia menilai pelatihan online tak relevan saat ini. Dia mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi akibat pandemi ini diprediksi minus. Bisnis bangkrut dan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) melonjak.
"Kenapa jalan keluarnya pelatihan online?" kata salah satu pendiri Perhimpunan dan Pendidikan Demokrasi (P2D) ini.
Kedua, Rachland menyebut kebijakan itu juga tercela karena berbau kolusi. Sebab, salah satu aplikator yang ditunjuk untuk menjual materi pelatihan online itu adalah perusahaan milik Staf Khusus Presiden. "Itu jelas korup," kata Rachland.
Perusahaan aplikator yang dimaksud Rachland adalah Ruangguru milik Adamas Belva Syah Devara, salah satu staf khusus milenial di lingkaran presiden. Belva juga menjabat CEO di perusahaan tersebut.
Rachland menyarankan agar dana Rp 20 triliun untuk Prakerja ini dialihkan menjadi bantuan langsung tunai untuk masyarakat yang kesusahan. Menurut dia, opsi ini justru lebih memiliki multiplier effect memutar roda ekonomi.
"Kalau rakyat diberi uang mereka masih bisa membeli kebutuhan hidup sehari-hari," kata dia.
Rachland juga menyarankan penyaluran bantuan itu melalui bank milik pemerintah seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI). Ia meminta pemerintah tak menggunakan jasa financial technology. "Karena moral hazzardnya besar."