TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Mariana Amiruddin angkat bicara ihwal tren mugshot challenge yang tengah ramai di Instagram baru-baru ini. Ia mengingatkan pentingnya berempati kepada korban kekerasan yang sesungguhnya.
"Intinya untuk kasus-kasus kekerasan kita perlu berempati kepada yang mengalaminya," kata Mariana kepada Tempo, Ahad, 12 April 2020.
Tren mugshot challeng itu mengajak pengguna untuk merias wajah seperti penuh luka lebam atau berdarah. Pengguna kemudian mengunggah foto wajah yang sudah dirias itu ke akun media sosial mereka dengan menulis tanda pagar (tagar) mugshotchallenge.
Beberapa menulis keterangan foto atau caption seperti 'korban kekerasan dalam rumah tangga', 'KDRT', 'digebukin mantan', atau 'I am in love with criminal' (saya jatuh cinta dengan seorang kriminal). Ada juga yang menulis keterangan bernada canda, seperti 'jadi gini rasanya dipukul rindu'.
"Bentuk empati tersebut adalah dengan tidak menganggapnya sebagai hal tidak serius," kata Mariana.
Mariana mengatakan mugshot challenge dan unggahan tersebut tak masalah sepanjang tidak untuk menghapus empati terhadap kondisi-kondisi serius. Namun ia berpendapat, publik juga perlu belajar dan berlatih terus-menerus untuk bisa berempati.
"Apa pun bentuknya, tidak pada soal mugshot, tapi soal apa pun," ujar Mariana.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menilai mugshot challenge itu tak sensitif pada korban kekerasan. Namun ia mengakui, sebagai ekspresi, tantangan mugshot challenge itu tak bisa dilarang.
Meski demikian, Siti berpendapat, yang perlu dibangun dari publik adalah kepekaan dan kontrol diri termasuk dalam mengikuti tantangan ini. Ia pun menyarankan agar warganet memilih tantangan yang lebih mempertimbangkan perasaan korban dan keberpihakan untuk menghapus kekerasan.
"Dengan memilih tantangan yang tidak mengandung pembenaran terhadap kekerasan, berarti kita menghentikan budaya kekerasan," ujar Siti secara terpisah.