Menurut Andreas, pejabat pemerintah juga semula meremehkan kemunculan virus Corona di Indonesia. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, misalnya, menyangkal penghitungan yang dilakukan Universitas Harvard bahwa seharusnya virus Corona sudah masuk ke Indonesia. Terawan malah menegaskan bahwa hal terpenting untuk mencegah masuknya virus dari Wuhan itu adalah dengan berdoa.
Pada 2 Maret, Presiden Joko Widodo kemudian mengumumkan dua kasus pertama positif Covid-19 di Depok. Presiden Jokowi pun memerintahkan masyarakat untuk tetap di rumah, bekerja dari rumah dan berdoa dari rumah. Pemerintah DKI juga memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar selama 2 pekan, yang mencakup penutupan sekolah dan tempat kerja, serta pembatasan kegiatan agama dan budaya.
Di sisi lain, Andreas melihat aparat hukum menggunakan undang-undang pencemaran nama baik yang kerap disalahgunakan terhadap pengkritik pemerintah terkait wabah Covid-19. Polisi, kata Andreas, setidaknya sudah menetapkan 51 orang sebagai tersangka kasus hoaks tentang virus Corona.
Menurut Andrea, pemerintah semestinya melawan informasi tidak akurat dengan menyajikan informasi yang jelas dan faktual terkait virus Corona. “Informasi harus tersedia dan dapat diakses publikm” kata dia.
Berdasarkan hukum HAM internasional, pemerintah wajib melindungi hak kebebasan berekspresi, termasuk hak untuk mencari, menerima, dan memberikan informasi dalam segala jenis. Pemerintah juga bertanggungjawab menyediakan informasi yang diperlukan untuk melindungi dan mempromosikan hak kesehatan.
“Tidak menjadikan virus Corona sebagai dalih polisi untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap kebebasan berekspresi,” ujar Andreas.